Pertempuran Ranjang Di Bogor Dengan Nada
Pertempuran Ranjang Di Bogor |
Bandar Ceme - Awalnya begini, waktu itu sekitar
bulan Februari 2010, saya ingin mengunjungi teman lama saya di Bogor dengan
kendaraan umum, saya sampai di kota yang menurut saya banyak menyimpan kenangan
di masa lalu, sebab saya pernah merasakan kesegaran udara kota ini sekian tahun
yang lalu. Oh ya, saya sekarang berumur 33 tahun, umur yang hampir matang dan
saya pernah mengenyam pendidikan di kota ini selama hampir 6 tahun.
Sampai di Bogor saya bingung ingin kemana dulu sebab setelah
sampai, ada rasa rindu di dada untuk mengetahui lebih lama tentang perubahan
kota ini. Setelah berkeliling Kebun Raya saya merasa penat, akhirnya saya
mampir ke pusat jajan di Mal Pasar Bogor. Pikiran saya menerawang jauh ke masa
lalu, sambil berjalan saya mengamati banyak orang lalu lalang di sekitar mal
tersebut.
Dalam hati mudah-mudahan
ketemu teman, jadi kan enak bisa ada yang temani. Ketika saya menuju sebuah
tempat duduk di pusat jajan saya berpapasan dengan seorang wanita, yah sekitar
25 tahun dengan berpakaian rapi seperti karyawati umumnya. Dengan tersenyum
saya menyapa, “Hai,” masalahnya wanita itu telah tersenyum duluan dengan saya.
Perlu diketahui saya memang kuper bila berhadapan dengan wanita, saya tidak
berani bicara dahulu tanpa didahului.
“Rasanya saya pernah kenal dengan.. Mas..”
Wah saya dipanggil “Mas”, tapi tidak apa deh, dengan senyum lagi saya jawab,
“Dimana..”
Wah saya dipanggil “Mas”, tapi tidak apa deh, dengan senyum lagi saya jawab,
“Dimana..”
Dengan sedikit basa-basi akhirnya saya perkenalkan diri saya dan
saya ajak makan bersama, kebenaran saya sedang lapar, eh dia juga mau. Sambil
menikmati makanan, saya banyak diam sebab saya takut, jangan-jangan saya
dijebak oleh sesuatu yang saya tidak tahu kemudian saya diperas, pikiran
tersebut selalu menghantui saya.
Tapi lama-kelamaan saya mulai memahami situasi. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Nada yang bekerja di salah satu perusahaan asuransi.
Tapi lama-kelamaan saya mulai memahami situasi. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Nada yang bekerja di salah satu perusahaan asuransi.
Dengan sedikit berhati-hati
saya memberanikan diri untuk mengajak Nada untuk beristirahat, sebab dari
pembicaraan antara saya dengan dia saya simpulkan Nada juga sedang sumpek
pikirannya, dia sedang mencari luapan emosi yang mendera di hatinya. Dengan
sedikit halus Nada menolak ajakan saya, sebab katanya dia takut saya berbuat
jahat. Wah pikirannya sama dengan saya. Terus saya pikir lagi, mungkin wanita
ini perempuan yang tidak benar (maaf.. WTS), tidak tahunya wanita benar-benar
wanita karier, tapi belum menemukan karier yang jelas.
Dari gaya bicaranya Nada suka dengan saya, kemudian saya
melanjutkan lagi diskusi sampai hampir sejam lebih. Dengan sedikit ragu saya
ajak kembali, akhirnya dengan senyum dia menyetujui tapi dengan syarat, katanya
bahwa saya jangan macam-macam. Wah saya jadi gemetar, tapi naluri seorang
laki-laki normal saya katakan, saya tidak akan macam-macam apabila dia tidak
mecam-macam juga.
Oke, sepakat kami menuju sebuah tempat di daerah pinggiran kota
Bogor, tempatnya mendukung untuk sepasang yang sedang gundah gulana untuk
mengemukakan perasaan yang lebih jauh. Saya pesan sebuah ruangan paviliun yang
terdiri dari kamar mandi, kamar tidur dan ada teras di dalam dengan nuansa
alami. Yah di situlah saya melanjutkan kisah cerita dari hati ke hati. Saya
mendengarkan dengan sabar tapi sesekali saya berikan pandangan yang luas
tentang arti hidup, mamang kata teman-teman saya, saya dapat memberikan rasa
nyaman bila bicara, itu kata teman-teman saya (khususnya yang wanita) saya
sendiri tidak merasa demikian, wah GR nih.
Kurang lebih setengah jam
berlalu tanpa saya duga sambil bercerita Nada menangis sambil merapatkan
kepalanya di lengan saya, wah saya jadi gerogi tapi saya tahan untuk terus
memberikan dorongan moril. Tapi sekali lagi sebagai laki-laki normal saya tidak
bisa menahan gejolak kelaki-lakian saya, saya usap rambutnya sambil
membelai-belai, tak lama kemudian tangisnya reda. Kami saling berpandangan
sekian detik.
Detik selanjutnya Nada memeluk erat tubuh saya, wah saya semakin
tidak karuan dibuatnya. Dengan bisikan halus saya mengingatkan jangan
macam-macam, terus Nada malah mempererat pelukannya dan berkata sepertinya kami
memang sudah macam-macam, wah tantangan nih saya pikir. Saya balas pelukannya
dengan sedikit perlahan-lahan dan saya kecup keningnya, dengan refleks Nada
mencium bibir saya, yah saya layani dengan sedikit hati-hati, saya takut
hatinya masih rapuh dan terbawa emosi saja.
Semakin lama ciuman kami semakin panas, saya mulai melakukan
aksi menjalankan kewajiban sebagai seorang Bani Adam memberikan kenikmatan
kepada seorang Bani Hawa. Dengan pasrah dibiarkannya buah dadanya saya usap-usap
terus saya remas dengan sepenuh perasaan. Sedikit demi sedikit saya lepaskan
baju kerjanya yang terdiri dari beberapa kancing. Akhirnya terlepas sudah baju
dengan tangan kanan saya letakkan di atas meja sedang tangan kiri terus
bergerilia antara “Gunung Sahari” hingga ke “Gunung Agung”.
Sementara lidah kami terus
bergelora saling melilit sesamanya. Semakin ganas saja rupanya tanpa sedikit
sabar kameja saya direnggutnya, saya maklum gelora nafsunya semakin naik, dia
lepaskan bibirnya kemudian menjilat-jilat leher saya. Wah saya tidak tinggal
diam, saya telusuri dengan lidah di balik telinga terus merayap ke leher dengan
sedikit gigitan kecil, lalu saya kulum ujung payudaranya yang sedikit
kecoklatan, semakin mengejang payudaranya.
Saya gigit-gigit kecil, “Ahh.. hh.. Mass.. tekann teruss..”
Saya gigit-gigit kecil, “Ahh.. hh.. Mass.. tekann teruss..”
Tanpa saya sia-siakan, saya gotong tubuh setengah bugil ke atas
tempat tidur dan saya rebahkan, kemudian saya lepas roknya, terlihatlah
seonggok daging yang masih terlapisi sehelai bahan tipis yang tembus pandang.
Saya terpana sejenak dengan pemandangan yang sangat indah yang susah dilukiskan
dengan kata-kata. Terus saya buka perlahan-lahan sambil saya jilati dari
pangkal paha sampai ujung kaki, saya buat Nada seperti mimpi. Tanpa saya
perintah celana panjang saya dilepasnya hingga CD saya pun dilepaskan.
Wah “adik” saya itu rupanya sudah menggeliat dengan sangat
elegans. Diusapnya dengan belaian halus sambil sesekali dipijit, “Aahh.. ahh,”
saya melenguh semakin nafsu. Tiba-tiba dihisapnya ujung batang kemaluan saya,
“Aahh.. ahh.. jangann!” dengan reflek saya angkat kepalanya, saya memang belum
pernah dihisap kemaluan saya oleh siapapun. Saya takut kena penyakit, kata
orang-orang pintar.
Tapi tindakan saya malah
membuat matanya semakin syahdu, liar, nafsu, campur aduk. Ditepisnya tangan
saya, dikulumnya lagi sambil bergerak maju mundur. Pikir saya, biarin deh saya
yakin dia wanita bersih. Saya merasakan dunia ini berputar, “Nikmatt.. ahh..
ahh terus yang kencang sedotnya.. ahh.. ahh..” tangan saya terus meremas-remas
rambutnya yang terurai bebas lepas seperti nafsu manusia bila lepas kendali.
Samaikn lama ujung kemaluan saya berdenyut-denyut menandakan saya hampir
klimaks.
Saya sadar, kemudian saya minta lepaskan untuk memberi peluang
istirahat, dengan sedikit merenggangkan kedua pahanya, saya usap dengan jari
tengah bibir kemaluannya yang sudah basah dengan lendir kewanitaan. “Ahh..”
lenguhan panjang terdengar, saya teruskan dengan menjilati hutang kemaluan di
sekitar liang kemaluan.
“Eehaacckk.. aahh.. aahh..” pantatnya digerakkan semakin liar
dengan kedua tangan menyanggah tubuhnya. Sedikit saya gigit ujung klitorisnya
dia bergelinjang hingga terlepas dari jangkauan lidah saya. Saya berusaha
menghampiri lagi tapi.. “Maass.. jangan terusskan.. ahh..” sambil tangannya menggenggam
batang kemaluan saya dan ditariknya menuju liang kemaluannya yang sudah siap
untuk dimasuki benda tumpul.
Dengan susah saya tekan,
tidak berhasil akibat licinnya landasan kemaluannya dan sempitnya lubang
surganya. Tapi tanpa kehilangan kontrol akhirnya saya berhasil masuk, “Aahh..
ahh..” Saya diamkan beberapa detik di dalam kemudian saya gerakkan
perlahan-lahan sambil meresapi kenikmatan yang ditimbulkan oleh gesekkan antara
dua kutup yang saling membutuhkan. Sepuluh menit berlalu kami saling cengkram,
saling gigit, saling goyang, dan seterusnya akhirnya saya berinisiatif untuk di
bawah agar kenikmatan ada pada wanita.
Tanpa membuang waktu Nada menggerakkan pantatnya turun naik
sambil berputar putar mencari titik kenikmatan yang sangat dasyat dengan beberapa
gerakan tertentu. Saya merasakan Nada semakin nikmat bila pergerakan sedikit
menekan ke arah samping kanan, mungkin disitulah letak syaraf yang sangat
sensitip bahkan super sensitip untuk dinikmati oleh seorang wanita yang tengah
dirasuki nikmat yang luar biasa. Suara kami saling bertalu seirama dengan
gerakan yang semakin dasyat. “Aakhh..” dengan menghimpitkan kedua pahanya Nada
melenguh dengan kencang dan kejang. Wah, sudah orgasme rupanya sang betina.
Saya semakin nafsu dibuatnya.
Beberapa saat saya balikkan tubuhnya, saya tekan dengan kemaluan
saya yang menurut ukuran sedikit di atas normal dan berurat-urat. Hal itu
dikatakan oleh Nada sebelum kami bertempur tadi. Saya tekan dari belakang,
“Aahhk..” saya pikir masuk ke liang dubur kok sempit sekali tapi tidak tahunya
benar-benar di liang kemaluannya, yang konon katanya bila dimasukkan melalui
belakang, dinding kemaluan semakin rapat sehingga dapat menyedot benda-benda
yang ada di sekitarnya.
“Teruss.. teruss tekan..
ahkk,” tangan saya tak lepas dari pentil payudaranya. Semakin lama ujung
kemaluan saya berdenyut keras, menandakan akan ada badai dasyat. Saya hentikan
tekanan kemaluan saya dalam lubang kemaluannya. Saya balikkan lagi tubuhnya
dengan sangat perlahan tapi pasti. Saya ambil bantal untuk mengganjal pantatnya
yang seksi agar ruang gerak kemaluan saya dapat masuk ke lembah yang lebih
dalam dan dasyat lagi.
Benar juga, setelah saya lepaskan “torpedo” saya, Nada
bergelinjang sangat dasyat, “Ahhk.. ah.. akk.. Mass.. kamu kok.. hbff..” wah tidak
ada kata-kata lagi yang dapat diucapkan secara normal. Begitu pula saya dengan
sedikit sisa tenaga yang ada, saya tekan sekuat perasaan. Beberapa detik
kemudian saya sadar akan bahaya bagi Nada.
bisikan beberapa kata,
“Yang.. saya.. tumpahkan.. dimaanaa..” dengan tersenyum dan mata yang telah
hilang hitamnya didekapnya saya sangat erat sambil berucap, “Te.. terussin..
Maass..” dengan ucapan demikian saya mempercepat gerakan tapi pasti, akhirnya..
“Aahhk.. aohh.. nnff.. ahh..”
“Crott.. crott.. crott.. crot..”
Saya dekap tubuhnya dengan sangat erat, saking dasyatnya permainan ini hingga saya takut kehilangan momentum yang tidak pernah saya dapati ini.
“Aahhk.. aohh.. nnff.. ahh..”
“Crott.. crott.. crott.. crot..”
Saya dekap tubuhnya dengan sangat erat, saking dasyatnya permainan ini hingga saya takut kehilangan momentum yang tidak pernah saya dapati ini.
Saya dan Nada saling
peluk. “Terima kasih.. Mass.. karena telah.. memberikan semangat lahir dan
batin,” sambil mengecup kening saya. Saya hanya tersenyum penuh arti. Akhirnya
saya berpisah dan hingga saat ini saya tidak pernah bertemu lagi. Jika
dipikir-pikir hal itu bagai mimpi, tapi itu kenyataan adanya. Sering saya
melamun, akankah hal itu dapat terjadi lagi? jawabnya ada pada kenyataan alam.
Oke, bagi rekan-rekan yang ingin mengoreksi atau mengomentari atau berteman
atau lebih dari itu, saya hanya manusia biasa yang dapat menerima dengan
ikhlas. Layangkan ke e-mail saya. Hanya orang dewasalah yang akan saya balas,
terima kasih atas perhatiannya.
0 komentar:
Posting Komentar