Bersetubuh Dengan Sepupuku
|
Bersetubuh Dengan Sepupuku |
Bandar Ceme - Aku
lihat sekali lagi catatanku. Benar, itu rumah nomor 27. Pasti itu rumah Om
Andro, kerabat jauh ayahku. Kuhampiri pintu dan kutekan bel rumahnya. Tidak
lama kemudian dari balik pintu muncul muka yang sangat cantik.
“Cari siapa Mas?” tanyanya.
“Apa betul ini rumah Om Andro? nama saya Rendi.”
“Oh.. sebentar ya,”
“ Pa.. ini Rendinya sudah datang”, teriaknya ke dalam rumah.
Kemudian aku dipersilakan masuk, dan setelah Om Andro keluar dan menyambutku
dia pun berkata dengan ramah..
“Rendi, ayahmu barusan nelpon, nanyain apa kamu sudah datang. Ini kenalin, anak
Om, namanya Lina,”
“ terus anterin Rendi ke kamarnya, kan dia cape, biar dia istirahat dulu, nanti
baru deh ngobrol-ngobrol lagi.”
Aku datang ke kota ini karena diterima disalah satu Universitas, dan oleh ayah
aku disuruh tinggal dirumah Om Andro. Lina ternyata baru kelas 1 SMA. Dia anak
tunggal. Badannya tidak terlalu tinggi, mungkin sekitar 165 cm, tapi mukanya
sangat lucu, dengan bibir yang agak penuh. Di sini aku diberi kamar di lantai
2, bersebelahan dengan kamar Lina.
Aku sudah 3 bulan tinggal di rumah Om Andro, dan karena semuanya ramah, aku
jadi betah. Lebih lagi Lina. Kadang-kadang dia suka tanya-tanya soal pelajaran
sekolah, dan aku berusaha membantu. Aku sering mencuri-curi untuk memperhatikan
Lina. Kalau di rumah, dia sering memakai daster yang pendek hingga pahanya yang
putih mulus menarik perhatianku. Selain itu buah dadanya yang baru mekar juga
sering bergoyang-goyang di balik dasternya. Aku jadi sering membayangkan betapa
indahnya badan Lina seandainya sudah tidak memakai apa-apa lagi.
Suatu hari pulang kuliah sesampainya di rumah ternyata sepi sekali. Di ruang
keluarga ternyata Lina sedang belajar sambil tiduran di atas karpet.
“Sepi sekali, lagi belajar yah? Tante kemana?” tanyaku.
“Eh.. Rendi, iya nih, aku minggu depan ujian, nanti aku bantuin belajar yah..,
Mami sih lagi keluar, katanya sih ada perlu sampai malem.”
“Iya deh, aku ganti baju dulu.”
Kemudian aku masuk ke kamarku, ganti dengan celana pendek dan kaos oblong.
Terus aku tidur-tiduran sebentar sambil baca majalah yang baru kubeli. Tidak
lama kemudian aku keluar kamar, lapar, jadi aku ke meja makan. Terus aku teriak
memanggil Lina mengajak makan bareng. Tapi tidak ada sahutan. Dan setelah
kutengok ke ruang keluarga, ternyata Lina sudah tidur telungkup di atas buku
yang sedang dia baca, mungkin sudah lelah belajar, pikirku. Nafasnya turun naik
secara teratur. Ujung dasternya agak tersingkap, menampakkan bagian belakang
pahanya yang putih. Bentuk pantatnya juga bagus.
Memperhatikan Lina tidur membuatku terangsang. Aku merasa kemaluanku mulai
tegak di balik celana pendek yang kupakai. Tapi karena takut ketahuan, aku
segera ke ruang makan. Tapi nafsu makanku sudah hilang, maka itu aku cuma makan
buah, sedangkan otakku terus ke Lina. Kemaluanku juga semakin berdenyut.
Akhirnya aku tidak tahan, dan kembali ke ruang keluarga. Ternyata posisi tidur Lina
sudah berubah, dan dia sekarang telentang, dengan kaki kiri dilipat keatas,
sehingga dasternya tersingkap, dan celana dalam bagian bawahnya kelihatan.
Celana dalamnya berwarna putih, agak tipis dan berenda, sehingga bulu-bulunya
membayang di bawahnya. Aku sampai tertegun melihatnya. Kemaluanku mengeras di
balik celana pendekku. Buah dadanya naik turun teratur sesuai dengan nafasnya,
membuat kemaluanku semakin berdenyut. Ketika sedang nikmat-nikmat memandangi,
aku dengar suara mobil masuk ke halaman. Ternyata Om Andro sudah pulang. Aku
pun cepat-cepat naik kekamarku, pura-pura tidur.
Dan aku memang ketiduran sampai agak sore, dan aku baru ingat kalau belum
makan. Aku segera ke ruang makan dan makan sendirian. Keadaan rumah sangat
sepi, mungkin Om dan Tante sedang tidur. Setelah makan aku naik lagi ke atas,
dan membaca majalah yang baru kubeli. Sedang asyik membaca, tiba-tiba kamarku
ada yang mengetuk, dan ternyata Lina.
“Rendi, aku baru dibeliin kalkulator nih, entar aku diajarin yah cara makainya.
Soalnya rada canggih sih”, katanya sambil menunjukkan kalkulator barunya.
“Wah, ini kalkulator yang aku juga pengin beli nih. Tapi mahal. Iya deh, aku
baca dulu manualnya. Entar aku ajarin deh, kayaknya sih ga terlalu beda dengan
komputer”, sahutku.
“Ya sudah, dibaca dulu deh. Lina juga mau mandi dulu sih”, katanya sambil
berlalu ke teras atas tempat menjemur handuk. Aku masih berdiri di pintu
kamarku dan mengikuti Lina dengan pandanganku. Ketika mengambil handuk, badan Lina
terkena sinar matahari dari luar rumah. Dan aku melihat bayangan badannya
dengan jelas di balik daster. Aku jadi teringat pemandangan siang tadi waktu
dia tidur.
Kemudian sewaktu Lina berjalan melewatiku ke kamar mandi, aku pura-pura sedang
membaca manual kalkulator itu. Tidak lama kemudian aku mulai mendengar suara Lina
yang sedang mandi sambil bernyanyi-nyanyi kecil. Kembali imajinasiku mulai
membayangkan Lina yang sedang mandi, dan hal itu membuat kemaluanku kembali
mengeras. Karena tidak tahan sendiri, aku segera mendekati kamar mandi dan
mencari cara untuk mengintipnya, dan aku menemukannya.
Aku mengambil kursi dan naik di atasnya untuk mengintip lewat celah ventilasi
kamar mandi. Pelan-pelan aku mendekatkan mukaku ke celah itu, dan ya Tuhan…
aku! Melihat Lina yang sedang menyabuni badannya, mengusap-usap dan meratakan
sabun ke seluruh lekuk tubuhnya. Badannya sangat indah, jauh lebih indah dari
yang kubayangkan.
Lehernya yang putih, pundaknya, buah dadanya, putingnya yang kecoklatan,
perutnya yang rata, pantatnya, bulu-bulu di sekitar kemaluannya, pahanya,
semuanya sangat indah. Dan kemaluanku pun menjadi sangat tegang, Tapi aku tidak
berlama-lama mengintipnya, karena selain takut ketahuan, juga aku merasa tidak
enak mengintip orang mandi. Aku segera ke kamarku dan berusaha menenangkan
perasaanku yang tidak karuan.
Malamnya sehabis makan, aku dan Om Andro sedang mengobrol sambil nonton TV, dan
Om Andro bilang kalau besok mau keluar kota dengan istrinya seminggu. Dia pesan
supaya aku membantu Lina kalau butuh bantuan. Tentu saja aku bersedia, malah
jantungku menjadi berdebar-debar. Tidak lama kemudian Lina mendekati kita.
“Rendi, tolongin aku dong, ajarin soal-soal yang buat ujian, ayo!” katanya
sambil menarik-narik tanganku. Aku tak bisa menolak. Aku pun mengikuti Lina
berjalan ke kamarnya dengan diiringi Om Andro yang senyum-senyum melihat Lina
yang manja. Beberapa menit kemudian kita sudah terlibat dengan soal-soal yang
memang butuh konsentrasi.
Lina duduk sedangkan aku berdiri di sampingnya. Aku bersemangat sekali
mengajarinya, karena kalau aku menunduk pasti belahan dada Lina kelihatan dari
dasternya yang longgar. Aku lihat Lina tidak pakai beha. Kemaluanku berdenyut-denyut,
mengeras di balik celana dan kelihatan menonjol.
Aku merasa bahwa Lina tahu kalau aku suka curi melihat buah dadanya, tapi dia
tidak berusaha merapikan dasternya yang semakin terbuka sampai aku bisa melihat
putingnya. Karena sudah tidak tahan, sambil pura-pura menjelaskan soal aku
merapatkan badanku sampai kemaluanku menempel ke punggungnya. Lina pasti juga
bisa merasakan kemaluanku yang tegak. Lina sekarang cuma diam saja dengan muka
menunduk.
“Lina, kamu cantik sekali..” kataku dengan suara yang sudah bergetar, tapi Lina
diam saja dengan muka semakin menunduk. Kemudian aku meletakkan tanganku di
pundaknya. Dan karena dia diam saja, aku jadi makin berani mengusap-usap
pundaknya yang terbuka, karena tali dasternya sangat kecil. Sementara kemaluanku
semakin menekan pangkal lengannya, usapan tanganku pun semakin turun ke arah
dadanya.
Aku merasa nafas Lina sudah memburu seperti suara nafasku juga. Aku jadi
semakin nekad. Dan ketika tanganku sudah sampai kepinggiran buah dada,
tiba-tiba tangan Lina mencengkeram dan menahan tanganku. Mukanya mendongak
kearahku.
“Rendi aku mau diapain..” Rintihnya dengan suara yang sudah bergetar. Melihat
mulutnya yang setengah terbuka dan agak bergetar-getar, aku jadi tidak tahan
lagi. Aku tundukkan muka, kemudian mendekatkan bibirku ke bibirnya.
Ketika bibir kita bersentuhan, aku merasakan bibirnya yang sangat hangat,
kenyal, dan basah. Aku pun melumat bibirnya dengan penuh perasaan, dan Lina
membalas ciumanku, tapi tangannya belum melepas tanganku. Dengan pelan-pelan
badan Lina aku bimbing, aku angkat agar berdiri berhadapan denganku. Dan masih
sambil saling melumat bibir, aku peluk badannya dengan gemas. Buah dadanya
keras menekan dadaku, dan kemaluanku juga menekan perutnya.
Pelan-pelan lidahku mulai menjulur menjelajah ke dalam mulutnya, dan
mengait-ngait lidahnya, membuat nafas Lina semakin memburu, dan tangannya mulai
mengusap-usap punggungku. Tanganku pun tidak tinggal diam, mulai turun ke arah
pinggulnya, dan kemudian dengan gemas mulai meremas-remas pantatnya. Pantatnya
sangat empuk. Aku remas-remas terus dan aku semakin rapatkan kebadanku hingga
kemaluanku terjepit perutnya.
Tidak lama kemudian tanganku mulai ke atas pundaknya. Dengan gemetar tali
dasternya kuturunkan dan dasternya turun ke bawah dan teronggok di kakinya.
Kini Lina tinggal memakai celana dalam saja. Aku memeluknya semakin gemas, dan
ciumanku semakin turun. Aku mulai menciumi dan menjilat-jilat lehernya, dan Lina
mulai mengerang-erang. Tangannya mengelus-elus belakang kepalaku.
Tiba-tiba aku berhenti menciuminya. Aku renggangkan pelukanku. Aku pandangi
badannya yang setengah telanjang. Buah dadanya bulat sekali dengan puting yang
tegak bergetar seperti menantangku. Kemudian mulutku pelan-pelan kudekatkan ke
buah dadanya. Dan ketika mulutku menyentuh buah dadanya, Lina mengerang lagi
lebih keras sambil mendongakkan kepalanya, dan menekan pantat dan dadanya ke
arahku. Nafsuku semakin naik. Aku ciumi susunya dengan ganas, putingnya aku
mainkan dengan lidahku, dan susunya yang sebelah aku mainkan dengan tanganku.
“Aduuhh.. aahh.. aahh”, Lina semakin merintih-rintih ketika dengan gemas
putingnya aku gigit-gigit sedikit.
Badannya menggeliat-geliat membuatku semakin bernafsu untuk terus mencumbunya.
Tangan Lina kemudian menelusup kebalik bajuku dan mengusap kulit punggungku.
“Rendiii.. aahh.. baju kamu dibuka dong.. aahh..” Akupun mengikuti
keinginannya. Tapi selain baju, celana juga kulepas, hingga aku juga cuma pakai
celana dalam. Mulutnya kembali kucium dan tanganku memainkan susunya.
Penisku semakin keras karena Lina menggesek-gesekkan pinggulnya sembari
mengerang-erang. Tanganku mulai menyelinap ke celana dalamnya. Bulu kemaluannya
aku usap-usap, dan kadang aku garuk-garuk. Aku merasa vaginanya sudah basah
ketika jariku sampai ke mulut vaginanya. Dan ketika tanganku mulai mengusap
clitorisnya, ciumannya di mulutku semakin liar. Mulutnya mengisap mulutku
dengan keras.
Clitorisnya kuusap, kuputar-putar, makin lama semakin kencang, dan semakin
kencang. Pantat Lina ikut bergoyang, dan semakin rapat menekan, sehingga
penisku semakin berdenyut. Sementara clitorisnya masih aku putar-putar, jariku
yang lain juga mengusap bibir vaginanya. Lina menggelinjang semakin keras, dan
pada saat tanganku mengusap semakin kencang, tiba-tiba tanganku dijepit dengan
pahanya,dan badan Lina tegang sekali dan tersentak-sentak selama beberapa saat.
“aahh aahh Rendiii.. adduuuhh aahh aahh aahh”,
Dan setelah beberapa saat akhirnya jepitannya berangsur semakin mengendur. Tapi
mulutnya masih mengerang-erang dengan pelan.
“Ran.. aku boleh yah pegang punya kamu”, tiba-tiba bisiknya di kupingku. Aku
yang masih tegang sekali merasa senang sekali.
“Iyaa.. boleh..” bisikku. Kemudian tangannya kubimbing ke celana dalamku.
“Aahh…” Akupun mengerang ketika tangannya menyentuh penisku. Terasa nikmat
sekali. Lina juga terangsang lagi, karena sambil mengusap-usap kepala penisku,
mulutnya mengerang di kupingku. Kemudian mulutnya kucium lagi dengan ganas. Dan
penisku mulai di genggam dengan dua tangannya, di urut-urut dan cairan pelumas
yang keluar diratakan keseluruh batangku.
Badanku semakin menegang. Kemudian penisku mulai dikocok-kocok, semakin lama
semakin kencang, dan pantatnya juga ikut digesekkan kebadanku. Tidak lama
kemudian aku merasa badanku bergetar, terasa ada aliran hangat di seluruh
tubuhku, aku merasa aku sudah hampir orgasme.
“Linaaa.. aku hampir keluar..” bisikku yang membuat genggamannya semakin erat
dan kocokannya makin kencang.
“Aahh.. Rinna.. uuuhh.. aahh..” akhirnya dari penisku memancar cairan yang
menyembur kemana-mana. Badanku tersentak-sentak.
Sementara penisku masih mengeluarkan cairan, tangan Lina tidak berhenti
mengurut-urut, sampai rasanya semua cairanku sudah diperas habis oleh
tangannya. Aku merasa sperma yang mengalir dari sela-sela jarinya membuat Lina
semakin gemas. Spermaku masih keluar untuk beberapa saat lagi sampai aku merasa
lemas sekali.
Akhirnya kita berdua jatuh terduduk di lantai. Dan tangan Lina berlumuran
spermaku ketika dikeluarkan dari celana dalamku. Kita berpandangan, dan
bibirnya kembali kukecup, sedangkan tangannya aku bersihkan pakai tissue. Dan
secara kebetulan aku melihat ke arah jam.
“Astaga, sekarang sudah jam 11! Wah, sudah malam sekali nih, aku ke kamarku
dulu yah, takut Om curiga nanti..” kataku sembari berharap mudah-mudahan suara desahan
kita tidak sampai ke kuping orang tuanya. Setelah Lina mengangguk, aku bergegas
menyelinap ke kamarku.Malam itu aku tidur nyenyak sekali.
Pagi itu aku bangun kesiangan, seisi rumah rupanya sudah pergi semua. Aku pun
segera mandi dan berangkat ke kampus. Meskipun hari itu kuliah sangat padat,
pikiranku tidak bisa konsentrasi sedikit pun, yang kupikirkan cuma Lina. Aku
pulang ke rumah sekitar jam 3 sore, dan rumah masih sepi. Kemudian ketika aku
sedang nonton TV di ruang keluarga sehabis ganti baju, Lina keluar dari
kamarnya, sudah berpakaian rapi. Dia mendekat dan mukanya menunduk.
“Rendi, kamu ada acara nggak? Temani aku nonton dong..”
“Eh.. apa? Iya, iya aku tidak ada acara, sebentar yah aku ganti baju dulu”
jawabku, dan aku buru-buru ganti baju dengan jantung berdebaran. Setelah siap,
aku pun segera mengajaknya berangkat. Lina menyarankan agar kita pergi dengan
mobilnya. Aku segera mengeluarkan mobil, dan ketika Lina duduk di sebelahku,
aku baru sadar kalau dia pakai rok pendek, sehingga ketika duduk ujung roknya
makin ke atas. Sepanjang perjalanan ke bioskop mataku tidak bisa lepas melirik
kepahanya.
Sesampainya di bioskop, aku beranikan memeluk pinggangnya, dan Lina tidak
menolak. Dan sewaktu mengantri di loket kupeluk dia dari belakang. Aku tahu Lina
merasa penisku sudah tegang karena menempel di pantatnya. Lina meremas tanganku
dengan kuat. Kita memesan tempat duduk paling belakang, dan ternyata yang
menonton tidak begitu banyak, dan di sekeliling kita tidak ditempati.
Kami segera duduk dengan tangan masih saling meremas. Tangannya sudah basah
dengan keringat dingin, dan mukanya selalu menunduk. Ketika lampu mulai
dipadamkan, aku sudah tidak tahan, segera kuusap mukanya, kemudian kudekatkan
ke mukaku, dan kita segera berciuman dengan gemasnya. Lidahku dan lidahnya
saling berkaitan, dan kadang-kadang lidahku digigitnya lembut.
Tanganku segera menyelinap ke balik bajunya. Dan karena tidak sabar, langsung
saja kuselinapkan ke balik behanya, dan susunya yang sebelah kiri aku remas
dengan gemas. Mulutku langsung dihisap dengan kuat oleh Lina. Tanganku pun
semakin gemas meremas susunya, memutar-mutar putingnya, begitu terus, kemudian
pindah ke susu yang kanan, dan Lina mulai mengerang di dalam mulutku, sementara
penisku semakin meronta menuntut sesuatu.
Kemudian tanganku mulai mengelus pahanya, dan kuusap-usap dengan arah semakin
naik ke atas, ke pangkal pahanya. Roknya kusingkap ke atas, sehingga sambil
berciuman, di keremangan cahaya, aku bisa melihat celana dalamnya. Dan ketika
tanganku sampai di selangkangannya, mulut Lina berpindah menciumi kupingku
sampai aku terangsang sekali. Celana dalamnya sudah basah.
Tanganku segera menyelinap ke balik celana dalamnya, dan mulai memainkan
clitorisnya. Kuelus-elus pelan-pelan, kuusap dengan penuh perasaan, kemudian
kuputar-putar, semakin lama semakin cepat. Tiba-tiba tangannya mencengkram
tanganku, dan pahanya juga menjepit telapak tanganku, sedangkan kupingku
digigitnya sambil mendesis-desis. Badannya tersentak-sentak beberapa saat.
“Rendi.. aduuuhh.. aku tidak tahan sekali.. berhenti dulu yaahh.. nanti di
rumah ajaa..” rintihnya. Aku pun segera mencabut tanganku dari selangkangannya.
“Rendi.. sekarang aku mainin punya kamu yaahh..” katanya sambil mulai meraba
celanaku yang sudah menonjol.
Kubantu dia dengan kubuka ritsluiting celana, kemudian tangannya menelusup,
merogoh, dan ketika akhirnya menggenggam penisku, aku merasa nikmat luar biasa.
Penisku ditariknya keluar celana, sehingga mengacung tegak.
“Rendi.. ini sudah basah.. cairannya licin..” rintihnya di kupingku sambil
mulai digenggam dengan dua tangan.
Tangan yang kiri menggenggam pangkal penisku, sedangkan yang kanan ujung
penisku dan jari-jarinya mengusap-usap kepala penis dan meratakan cairannya.
“Lina.. teruskan sayang..” kataku dengan ketegangan yang semakin menjadi-jadi.
Aku merasa penisku sudah keras sekali. Lina meremas dan mengurut penisku
semakin cepat. Aku merasa spermaku sudah hampir keluar. Aku bingung sekali
karena takut kalau sampai keluar bakal muncrat kemana-mana.
“Lina.. aku hampir keluar nih.., berhenti dulu deh..” kataku dengan suara yang
tidak yakin, karena masih keenakan.
“Waahh.. Lina belum mau berhenti.. punya kamu ini bikin aku gemes..” rengeknya.
“Terus gimana.., apa enaknya kita pulang saja yuk..!” ajakku, dan ketika Lina
mengangguk setuju, segera kurapikan celanaku, juga pakaian Lina, dan segera
kita keluar bioskop meskipun filmnya belum selesai.
Di mobil tangan Lina kembali mengusap-usap celanaku. Dan aku diam saja ketika
dia buka ritsluitingku dan menelusupkan tangannya mencari penisku. Aduh,
rasanya nikmat sekali. Dan penisku makin berdenyut ketika dia bilang, “Nanti
aku boleh yah nyiumin ininya yah..” Aku pengin segera sampai kerumah.
Dan, akhirnya sampai juga. Kita berjalan sambil berpelukan erat-erat. Sewaktu Lina
membuka pintu rumah, dia kupeluk dari belakang, dan kuciumi samping lehernya.
Tanganku sudah menyingkapkan roknya ke atas, dan tanganku meremas pinggul dan
pantatnya dengan gemas. Lina kubimbing ke ruang keluarga. Sambil berdiri
kuciumi bibirnya, kulumat habis mulutnya, dan dia membalas dengan sama
gemasnya.
Pakaiannya kulucuti satu persatu sambil tetap berciuman. Sambil melepas
bajunya, aku mulai meremasi susunya yang masih dibalut beha. Dengan tak sabar
behanya segera kulepas juga. Kemudian roknya, dan terakhir celana dalamnya juga
kuturunkan dan semuanya teronggok di karpet.
Badannya yang telanjang kupeluk erat-erat. Ini pertama kalinya aku memeluk
seorang gadis dengan telanjang bulat. Dan gadis ini adalah Lina yang sering aku
impikan tapi tidak terbayangkan untuk menyentuhnya. Semuanya sekarang ada di
depan mataku Kemudian tangan Lina juga melepaskan bajuku, kemudian celana
panjangku, dan ketika melepas celana dalamku, Lina melakukannya sambil memeluk
badanku. Penisku yang sudah memanjang dan tegang sekali segera meloncat keluar
dan menekan perutnya.
Uuuhh, rasanya nikmat sekali ketika kulit kita yang sama-sama telanjang
bersentuhan, bergesekan, dan menempel dengan ketat. Bibir kita saling melumat
dengan nafas yang semakin memburu. Tanganku meremas pantatnya, mengusap
punggungnya, mengelus pahanya, dan meremasi susunya dengan bergantian. Tangan Lina
juga sudah menggenggam dan mengelusi penisku. Badan Lina bergelinjangan, dan
dari mulutnya keluar rintihan yang semakin membangkitkan birahiku. Karena rumah
memang sepi, kita jadi mengerang dengan bebas.
Kemudian sambil tetap meremasi penisku, Lina mulai merendahkan badannya, sampai
akhirnya dia berlutut dan mukanya tepat di depan selangkanganku. Matanya
memandangi penisku yang semakin keras di dalam genggamannya, dan mulutnya
setengah terbuka. Penisku terus dinikmati, dipandangi tanpa berkedip, dan
rupanya makin membuat nafsunya memuncak.
Mulutnya perlahan mulai didekatkan ke kepala penisku. Aku melihatnya dengan
gemas sekali. Kepalaku sampai terdongak ketika akhirnya bibirnya mengecup
kepala penisku. Tangannya masih menggenggam pangkal penisku, dan mengelusnya
pelan-pelan. Mulutnya mulai mengecupi kepala penisku berulang-ulang, kemudian
memakai lidahnya untuk meratakan cairan penisku. Lidahnya memutar-mutar,
kemudian mulutnya mulai mengulum dengan lidah tetap memutari kepala penisku.
Aku semakin mengerang, dan karena tidak tahan, kudorong penisku sampai terbenam
kemulutnya. Aku rasa ujungnya sampai ketenggorokannya. Rasanya nikmat sekali.
Kemudian pelan-pelan penisku disedot-sedot dan dimaju mundurkan di dalam
mulutnya. Rambutnya kuusap-usap dan kadang-kadang kepalanya aku tekan-tekan
agar penisku semakin nikmat. Isapan mulutnya dan lidahnya yang
melingkar-lingkar membuat aku merasa sudah tidak tahan. Apalagi sewaktu Lina
melakukannya semakin cepat, dan semakin cepat, dan semakin cepat.
Ketika akhirnya aku merasa spermaku mau muncrat, segera kutarik penisku dari
mulutnya. Tapi Lina menahannya dan tetap menghisap penisku. Maka aku pun tidak
bisa menahan lebih lama lagi, spermaku muncrat di dalam mulutnya dengan rasa
nikmat yang luar biasa.
Spermaku langsung ditelannya dan dia terus menghisapi dan menyedot penisku
sampai spermaku muncrat berkali-kali. Badanku sampai tersentak-sentak merasakan
kenikmatan yang tiada taranya. Meskipun spermaku sudah habis, mulut Lina masih
terus menjilat. Akupun akhirnya tidak kuat lagi berdiri dan akhirnya dengan
nafas sama-sama tersengal-sengal kita berbaring di karpet dengan mata terpejam.
“Thanks ya Ran, tadi itu nikmat sekali”, kataku berbisik.
“Ah.. aku juga suka kok.., makasih juga kamu ngebolehin aku mainin kamu.”
Kemudian ujung hidungnya kukecup, matanya juga, kemudian bibirnya. Mataku
memandangi tubuhnya yang terbaring telanjang, alangkah indahnya. Pelan-pelan
kuciumi lehernya, dan aku merasa nafsu kami mulai naik lagi. Kemudian mulutku
turun dan menciumi susunya yang sebelah kanan sedangkan tanganku mulai meremas
susu yang kiri.
Lina mulai menggeliat-geliat, dan erangannya membuat mulut dan tanganku tambah
gemas memainkan susu dan putingnya. Aku terus menciumi untuk beberapa saat, dan
kemudian pelan-pelan aku mulai mengusapkan tanganku keperutnya, kemudian ke
bawah lagi sampai merasakan bulu kemaluannya, kuelus dan kugaruk sampai
mulutnya menciumi kupingku.
Pahanya mulai aku renggangkan sampai agak mengangkang. Kemudian sambil mulutku
terus menciumi susunya, jariku mulai memainkan clitorisnya yang sudah mulai
terangsang juga. Cairan vaginanya kuusap-usapkan ke seluruh permukaan
vaginanya, juga ke clitorisnya, dan semakin licin clitoris dan vaginanya,
membuat Lina semakin menggelinjang dan mengerang. clitorisnya kuputar-putar
terus, juga mulut vaginanya bergantian.
“Ahh.. Rendiii.. aahh.. terusss… aahh.. sayaanggg..” mulutnya terus meracau
sementara pinggulnya mulai bergoyang-goyang. Pantatnya juga mulai
terangkat-angkat. Aku pun segera menurunkan kepalaku ke arah selangkangannya,
sampai akhirnya mukaku tepat di selangkangannya. Kedua kakinya kulipat ke atas,
kupegangi dengan dua tanganku dan pahanya kulebarkan sehingga vagina dan
clitorisnya terbuka di depan mukaku.
Aku tidak tahan memandangi keindahan vaginanya. Lidahku langsung menjulur dan
mengusap clitoris dan vaginanya. Cairan vaginanya kusedot-sedot dengan nikmat.
Mulutku menciumi mulut vaginanya dengan ganas, dan lidahku kuselip-selipkan ke
lubangnya, kukait-kaitkan, kugelitiki, terus begitu, sampai pantatnya
terangkat, kemudian tangannya mendorong kepalaku sampai aku terbenam di selangkangannya.
Aku jilati terus, clitorisnya kuputar dengan lidah, kuhisap, kusedot, sampai Lina
meronta-ronta. Aku merasa penisku sudah tegak kembali, dan mulai
berdenyut-denyut.
“Rendii.. aku tidak tahan.. aduuhh.. aahh.. enaakk sekaliii.. ” rintihnya
berulang-ulang.
Mulutku sudah berlumuran cairan vaginanya yang semakin membuat nafsuku tidak
tertahankan. Kemudian kulepaskan mulutku dari vaginanya Sekarang giliran
penisku kuusap-usapkan ke clitoris dan bibir vaginanya, sambil aku duduk
mengangkang juga. Pahaku menahan pahanya agar tetap terbuka. Rasanya nikmat
sekali ketika penisku digeser-geserkan di vaginanya. Lina juga merasakan hal
yang sama, dan sekarang tangannya ikut membantu dan menekan penisku
digeser-geserkan di clitorisnya.
“Lina.. aahh.. enakkk.. aahh..”
“aahh.. iya.. eeennaakkk sekaliii..”
Kita saling merintih. Kemudian karena penisku semakin gatal, aku mulai
menggosokkan kepala penisku ke mulut vaginanya. Lina semakin menggelinjang.
Akhirnya aku mulai mendorong pelan sampai kepala penisku masuk ke vaginanya.
“Aduuuhh.. Rendii.. saakiiitt.. aadduuuhh.. jaangaann..” rintihnya
“Tahan dulu sebentar… Nanti juga hilang sakitnya..” kataku membujuk
Kemudian pelan-pelan penisku aku keluarkan, kemudian kutekan lagi, kukeluarkan
lagi, kutekan lagi, kemudian akhirnya kutekan lebih dalam sampai masuk hampir
setengahnya. Mulut Lina sampai terbuka tapi sudah tidak bisa bersuara.
Punggungnya terangkat dari karpet menahan desakan penisku. Kemudian pelan-pelan
kukeluarkan lagi, kudorong lagi, kukeluarkan lagi, terus sampai dia tenang
lagi. Akhirnya ketika aku mendorong lagi kali ini kudorong sampai amblas
semuanya ke dalam. Kali ini kita sama-sama mengerang dengan keras. Badan kita
berpelukan, mulutnya yang terbuka kuciumi, dan pahanya menjepit pinggangku
dengan keras sekali sehingga aku merasa ujung penisku sudah mentok ke dinding
vaginanya.
Kita tetap berpelukan dengan erat saling mengejang untuk beberapa saat lamanya.
Mulut kami saling menghisap dengan kuat. Kita sama-sama merasakan keenakan yang
tiada taranya. Setelah itu pantatnya sedikit demi sedikit mulai bergoyang, maka
aku pun mulai menggerakkan penisku pelan-pelan, maju, mundur, pelan, pelan,
semakin cepat, semakin cepat, dan goyangan pantat Lina juga semakin cepat.
“Rendii.. aduuuhh.. aahh.. teruskan sayang.. aku hampir niihh..” rintihnya.
“Iya.. nihh.. tahan dulu.. aku juga hampirr.. kita bareng ajaa..” kataku sambil
terus menggerakkan penis semakin cepat.
Tanganku juga ikut meremasi susunya kanan dan kiri. Penisku semakin keras,
kuhunjam-hunjamkan ke dalam vaginanya sampai pantatnya terangkat dari karpet.
Dan aku merasa vaginanya juga menguruti penisku di dalam. Penisku kutarik dan
kutekan semakin cepat, semakin cepat.. dan semakin cepat.. dannn..”Raaniii..
aku mau keluar niihh..””Iyaa.. keluarin saja.. Lina juga keluar sekarang
niiihh.”Aku pun menghunjamkan penisku keras-keras yang disambut dengan pantat Lina
yang terangkat ke atas sampai ujung penisku menumbuk dinding vaginanya dengan
keras.
Kemudian pahanya menjepit pahaku dengan keras sehingga penisku makin mentok,
tangannya mencengkeram punggungku. Vaginanya berdenyut-denyut. Spermaku
memancar, muncrat dengan sebanyak-banyaknya menyirami vaginanya.
“aahh… aahh.. aahh..” kita sama-sama mengerang, dan vaginanya masih berdenyut,
mencengkeram penisku, sehingga spermaku berkali-kali menyembur. Pantatnya masih
juga berusaha menekan-nekan dan memutar sehingga penisku seperti diperas. Kita
orgasme bersamaan selama beberapa saat, dan sepertinya tidak akan berakhir.
Pantatku masih ditahan dengan tangannya, pahanya masih menjepit pahaku
erat-erat, dan vaginanya masih berdenyut meremas-remas penisku dengan enaknya
sehingga sepertinya spermaku keluar semua tanpa tersisa sedikitpun.
“aahh.. aahh.. aduuuhh…” Kita sudah tidak bisa bersuara lagi selain
mengerang-erang keenakan.
Ketika sudah mulai kendur, kuciumi Lina dengan penis masih di dalam vaginanya.
Kita saling berciuman lagi untuk beberapa saat sambil saling membelai. Kuciumi
terus sampai akhirnya aku menyadari kalau Lina sedang menangis. Tanpa berbicara
kita saling menghibur.
Aku menyadari bahwa selaput daranya telah robek karena penisku. Dan ketika
penisku kucabut dari sela-sela vaginanya memang mengalir darah yang bercampur
dengan spermaku. Kita terus saling membelai, dan Lina masih mengisak di dadaku,
sampai akhirnya kita berdua tertidur kelelahan dengan berpelukan.
Aku terbangun sekitar jam 11 malam, dan kulihat Lina masih terlelap di
sampingku masih telanjang bulat. Segera aku bangun dan kuselimuti badannya
pelan-pelan. Kemudian aku segera ke kamar mandi, kupikir shower dengan air
hangat pasti menyegarkan. Aku membiarkan badanku diguyur air hangat
berlama-lama, dan memang menyegarkan sekali. Waktu itu kupikir aku sudah mandi
sekitar 20 menit, ketika aku merasa kaget karena ada sesuatu yang menyentuh
punggungku. Belum sempat aku menoleh, badanku sudah dilingkari sepasang tangan.
Ternyata Lina sudah bangun dan masuk ke kamar mandi tanpa kuketahui. Tangannya
memelukku dari belakang, dan badannya merapat di punggungku.
“Aku ikut mandi yah..?” katanya.
Aku tidak menjawab apa-apa. Hanya tanganku mengusap-usap tangannya yang ada di
dadaku, sambil menenangkan diriku yang masih merasa kaget. Sambil tetap
memelukku dari belakang, Lina mengambil sabun dan mulai mengusapkannya di
dadaku. Nafsuku mulai naik lagi, apalagi aku juga merasakan susunya yang
menekan punggungku.
Usapan tangan Lina mulai turun ke arah perutku, dan penisku mulai berdenyut dan
berangsur menjadi keras. Tidak lama kemudian tangan Lina sampai di
selangkanganku dan mulai mengusap penisku yang semakin tegak. Sambil
menggenggam penisku, Lina mulai menciumi belakang leherku sambil
mendesah-desah, dan badannya semakin menekan badanku.
Selangkangan dan susunya mulai digesek-gesekkan ke pantat dan punggungku, dan
tangannya yang menggenggam penisku mulai meremas-remas dan digerakkan ke
pangkal dan kepala penisku berulang-ulang sehingga aku merasakan kenikmatan
yang luar biasa.
“Lina oohh.. nikmat sekali sayang.”
“Rendiii uuuhh”, erangnya sambil lidahnya semakin liar menciumi leherku.
Aku yang sudah merasa gemas sekali segera menarik badannya, dan sekarang posisi
kita berbalik. Aku sekarang memeluk badannya dari belakang, kemudian pahanya
kurenggangkan sedikit, dan penisku diselinapkan di antara pahanya, dan ujungnya
yang nongol di depan pahanya langsung di pegang lagi oleh Lina. Tangan kiriku
segera meremasi susunya dengan gemas sekali, dan tangan kananku mulai meremasi
bulu kemaluannya.
Kemudian ketika jari tangan kananku mulai menyentuh clitorisnya, Lina pun
mengerang semakin keras dan pahanya menjepit penisku, dan pantatnya mulai
bergerak-gerak yang membuat aku semakin merasa nikmat. Mukanya menengok ke
arahku, dan mulutnya segera kuhisap dengan keras. Lidah kami saling membelit,
dan jari tanganku mulai mengelusi clitorisnya yang semakin licin. Kepala penisku
juga mulai dikocok-kocok dengan lembut.
“Lina aku tidak tahan nih aduuuhh.”
“Iya Ran.. aku juga sudah tidak tahan.. uuuhh.. uuuhh.”
Badan Lina segera kubungkukkan, dan kakinya kurenggangkan. Aku segera
mengarahkan dan menempelkan ujung penisku ke arah bibir vaginanya yang sudah
menganga lebar menantang.
“Rendi.. cepat masukkan sayang cepat uuhh ayoo.” Aku yang sudah gemas sekali
segera menekan penisku sekuat tenaga sehingga langsung amblas semua sampai ke
dasar vaginanya. Lina menjerit keras sekali. Mukanya sampai mendongak.
“aahh.. kamu kasar sekali.. aduuhh sakit aduuhh..” Aku yang sudah tidak sabar
mulai menggerakkan penisku maju mundur, kuhunjam-hunjamkan dengan kasar yang
membuat Lina semakin keras mengerang-erang. Susunya aku remas-remas dengan dua
tanganku.
Tidak lama kemudian Lina mulai menikmati permainan kita, dan mulai
menggoyangkan pantatnya. Vaginanya juga mulai berdenyut meremasi penisku. Aku
menjadi semakin kasar, dan penisku yang sudah keras sekali terus mendesak dasar
vaginanya. Dan kalau penisku sedang maju membelah vaginanya, tanganku juga
menarik pantatnya ke belakang sehingga penisku menghunjam dengan kuat sekali.
Tapi tiba-tiba Lina melepaskan diri.
“hh sekarang giliranku aku sudah hampir sampai.” katanya. Kemudian aku disuruh
duduk selonjor di lantai di antara kaki Lina yang mulai menurunkan badannya.
Penisku yang mengacung ke atas mulai dipegang Lina, dan di arahkan ke bibir
vaginanya.
Tiba-tiba Lina menurunkan badannya duduk di pangkuanku sehingga penisku
langsung amblas ke dalam vaginanya. Kita sama-sama mengerang dengan keras, dan
mulutnya yang masih menganga kuciumi dengan gemas.
Kemudian pantatnya mulai naik turun, makin lama makin keras. Lina melakukannya
dengan ganas sekali.
Pantatnya juga diputar-putar sehingga aku merasa penisku seperti dipelintir.
“Rendii.. aku.. aku.. sudah.. hampirrr, uuuhh…” Erangnya sambil terus
menghunjam-hunjamkan pantatnya. Mulutku beralih dari mulutnya ke susunya yang
bulat sekali. Putingnya kugigit-gigit, dan lidahku berputar menyapu permukaan
susunya. Susunya kemudian kusedot dan kukenyot dengan keras, membuat gerakan Lina
semakin liar.
Tidak lama kemudian Lina menghunjamkan pantatnya dengan keras sekali dan terus
menekan sambil memutar pantatnya.
“Sekaranggg aahh sekaranggg Rendi, sekaranggg”, Lina berteriak-teriak sambil
badannya berkelojotan.
Vaginanya berdenyutan keras sekali. Mulutnya menciumi mulutku, dan tangannya
memelukku sangat keras. Lina orgasme selama beberapa detik, dan setelah itu ketegangan
badannya berangsur mengendur.
“Ran, makasih yah.., sekarang aku pengin ngisep boleh yah..?” katanya sambil
mengangkat pantatnya sampai penisku lepas dari vaginanya. Lina kemudian
menundukkan mukanya dan segera memegang penisku yang sangat keras, berdenyut,
dan ingin segera memuntahkan air mani. Mulutnya langsung menelan senjataku
sampai menyentuh tenggorokannya.
Tangannya kemudian mengocok pangkal penisku yang tidak muat di mulutnya.
Kepalanya naik turun mengeluar-masukkan penisku. Aku benar-benar sudah tidak
tahan. Ujung penisku yang sudah sampai di tenggorokannya masih aku
dorong-dorong. Tanganku juga ikut mendesakkan kepalanya. Lidahnya memutari
penisku yang ada dalam mulutnya.
“Lina isap terus terusss hampirr terusss yyyaa sekaranggg sekarangg..
issaapp..”, Lina yang merasa penisku hampir menyemburkan sperma semakin
menyedot dengan kuat.Dan…
“aahh.. sekaranggg.. sekaranggg.. issaappp..” spermaku menyembur dengan deras
berkali-kali dengan rasa nikmat yang tidak berkesudahan. Lina dengan rakusnya
menelan semuanya, dan masih menyedot sperma yang masih ada di dalam penis
sampai habis. Lina terus menyedot yang membuat orgasmeku semakin nikmat. Dan
setelah selesai, Lina masih juga menjilati penisku, spermaku yang sebagian
tumpah juga masih di jilati.
Kemudian setelah beristirahat beberapa saat, kami pun meneruskan mandi sambil
saling menyabuni. Setiap lekuk tubuhnya aku telusuri. Dan aku pun semakin
menyadari bahwa badannya sangat indah. Setelah itu kami tidur berdua sambil
terus berpelukan.
Pagi-pagi ketika aku bangun ternyata Lina sudah berpakaian rapi, dan dia cantik
sekali. Dia mengenakan rok mini dan baju tanpa lengan yang serasi dengan
kulitnya yang halus. Dia mengajakku belanja ke Mall karena persediaan makanan
memang sudah habis. Maka aku pun segera mandi dan bersiap-siap.
Di perjalanan dan selama berbelanja kita saling memeluk pinggang. Siang itu aku
menikmati jalan berdua dengannya. Kita belanja selama beberapa jam, kemudian
kita mampir ke sebuah Café untuk makan siang. Di dalam mobil dalam perjalanan
pulang kita ngobrol-ngobrol tentang semua hal, dari masalah pelajaran sekolah
sampai hal-hal yang ringan.
Ketika ngobrol tentang sesuatu yang lucu, Lina tertawa sampai
terpingkal-pingkal, dan saking gelinya sampai kakinya terangkat-angkat. Dan itu
membuat roknya yang pendek tersingkap. Aku pun sembari menyetir, karena melihat
pemandangan yang indah, meletakkan tanganku ke pahanya yang terbuka.
“Ayo.. nakal yah..” kata Lina, bercanda.
“Tapi suka kan?” kataku sambil meremas pahanya. Kami pun sama-sama tersenyum.
Mengusap-usap paha Lina memang memberi sensasi tersendiri, sampai aku merasa
penisku menjadi tegang sendiri.
“Rendi.. sudah kamu nyetir saja dulu, tuh kan itunya sudah bangun.. pingin lagi
yah? Lina jadi pengin ngelusin itunya nih..” kata Lina menggodaku.cerita porno
2016,cerita porno terupdate,cerita porno terbaru,cerita porno, Aku cuma senyum
menanggapinya, dan memang aku sudah kepingin mencumbunya lagi.
“Rendi, bajunya dikeluarin dong dari celana, biar tanganku ketutupan. Dipegang
yah?” Aku semakin nyengir mendengarnya. Tapi karena memang kepingin, dan memang
lebih aman begitu dari pada aku yang meneruskan aksiku.
Sambil menyetir aku pun mengeluarkan ujung bajuku dari celanaku. Kemudian tanpa
menunggu, tangan Lina langsung menyelinap ke balik bajuku, ke arah
selangkanganku. Tangannya mencari-cari penisku yang semakin tegang.
“Ati-ati, masih siang nih, kalau ada orang nanti tangan kamu ditarik yah!”
kataku. Lina diam saja, dan kemudian tersenyum ketika tangannya menemukan apa
yang dicari-cari. Tangannya kemudian mulai meremas penisku yang masih di dalam
celana. Penisku semakin tegang dan berdenyut-denyut.
Karena terangsang juga, Lina mulai berusaha membuka ritsluiting celanaku, dan
kemudian menyelinapkan tangannya, dan mulai memegang kepala penisku. Cairan
pelumas yang mulai keluar diusap-usapkan ke kepala dan batang penisku.
“Rendi.. aku pengin ngisep ininya.. aku pengin ngisep sampai kamu keluar
dimulutku..” katanya sambil agak mendesah. Aku juga ingin segera merasakan apa
yang dia ingini. Yang ada di otakku adalah segara sampai di rumah, dan segera
mencumbunya.
Tapi harapan kita ternyata tidak segera terwujud karena sesampainya di rumah,
ternyata orang tua Lina sudah pulang. Kita cuma saling berpandangan dan
tersenyum kecewa.
“Eh, sudah pada pulang yah..” Lina menyapa mereka.
“Iya nih, ada perubahan acara mendadak. Makanya sekarang cape banget. Nanti
malem ada undangan pesta, makanya sekarang mau istirahat dulu. Kamu masak dulu
saja ya sayang.. sudah belanja kan?” kata maminya Lina.
“Iya deh, sebentar Lina ganti baju dulu. Eh, Rendi, katanya kamu pengin belajar
masak, ayo, sekalian bantuin aku”, kata Lina sambil tersenyum penuh arti. Aku
cuma mengiyakan dan ke kamarku ganti pakaian dengan celana pendek dan T-shirt.
Kemudian aku ke dapur dan mengeluarkan belanjaan dan memasukkannya ke lemari
es.
Tidak lama kemudian Lina menyusul ke dapur. Dia pun sudah berganti pakaian, dan
sekarang memakai daster kembang-kembang. Tante juga ikut-ikutan menyiapkan
bahan makanan dan Lina mulai mengajariku memasak.
“Sudah Mami istirahat saja sana, kan ini juga sudah ada yang ngebantuin..” kata
Lina.
“Iya deh, emang Mami cape banget sih, sudah yah, Mami mau coba istirahat saja”,
kata Maminya Lina sambil keluar dari dapur. Aku yang sedang memotongi sayuran cuma
tersenyum. Setelah beberapa saat, Lina tiba-tiba memelukku dari belakang,
tangannya langsung ditelusupkan ke dalam celanaku dan memegang penisku yang
masih tidur.
“Eh.. kok ininya bobo lagi.. Lina bangunin yah?” tangannya dikeluarkan kemudian
Lina mengambil salad dressing yang ada di depanku, masih sambil merapatkan
badannya dari belakangku.
Kemudian salad dressingnya dituangkan ke tangannya, dan langsung menyelinap
lagi ke celana dan dioleskan ke penisku yang langsung menegang. Sambil
merapatkan badannya, susunya menekan punggungku, Lina mulai meremasi penisku
dengan dua tangannya. Nikmat yang aku rasakan sangat luar biasa. Aku segera
melingkarkan tangan ke belakang, meremas pantatnya yang bulat itu.
Tanganku aku turunkan sampai ke ujung dasternya, kemudian kusingkapkan ke atas
sambil meremas pahanya dengan gemas. Ketika sampai di pangkal pahanya, aku baru
menyadari kalau Lina ternyata sudah tidak memakai celana dalam. Maka tanganku
menjadi semakin gemas meremasi pantatnya, dan kemudian menelusuri pahanya ke
depan sampai ke selangkangannya. Jari-jariku segera membuka belahan vaginanya
dan mulai memainkan clitorisnya yang sudah sangat basah terkena cairan yang
semakin banyak keluar dari vaginanya. Tangan Lina juga semakin liar meremas,
meraba dan mengocok penisku.
“Lina.. sana diliat dulu, apa Om dan Tante memang sudah tidur..” kataku
berbisik karena merasa agak tidak aman.
Lina kemudian melepaskan pegangannya dan keluar dapur.
Tidak lama kemudian Lina kembali dan bilang semuanya sudah tidur. Aku segera memeluk
Lina yang masih ada di pintu dapur, kemudian pelan-pelan pintu kututup dan Lina
kupepet ke dinding. Kita berciuman dengan gemasnya dan tangan kita langsung
saling menelusup dan memainkan semua yang ditemui. Penisku langsung ditarik
keluar oleh Lina dan aku segera menyingkap dasternya ke atas, kemudian kaki
kirinya kuangkat ke pinggulku, dan selangkangannya yang menganga langsung
kuserbu dengan jari-jariku.
Tangan Lina menuntun penisku ke arah selangkangannya, menyentuhkan kepala
penisku ke belahan vaginanya dan terus-terusan menggosok-gosokkannya. Untuk
mencegah agar Lina tidak mengerang, mulutnya terus kusumbat dengan mulutku.
Kemudian karena sudah tidak tahan, aku segera mengarahkan penisku tepat ke
mulut vaginanya, dan menekan pelan-pelan, terus ditekan, terus ditekan sampai
seluruh batangnya amblas.
Kaki Lina satunya segera kuangkat juga ke pinggangku, sehingga sekarang dua
kakinya melingkari pinggangku sambil kupepet di dinding. Kita saling mengadu
gerakan, aku maju-mundurkan penisku, dan Lina berusaha menggoyang-goyangkan
pantatnya juga. Vaginanya berdenyutan terasa meremasi batang penisku. Tidak
lama kemudian aku merasa Lina hampir orgasme.
Denyutan vaginanya semakin keras, badannya semakin tegang dan isapan mulutnya
di mulutku semakin kuat. Kemudian aku merasa Lina orgasme. Kontraksi otot
vaginanya membuat penisku merasa seperti diurut-urut dan aku juga merasa hampir
mencapai orgasme. Setelah orgasme, gerakan Lina tidak liar lagi, dia cuma
mengikuti gerakan pantatku yang masih menghunjam-hunjamkan penisku dan
mendesakkan badannya ke dinding.
Kemudian sementara penisku masih di dalam dan kaki Lina masih di pinggangku,
aku melangkah ke arah meja dapur dan duduk di salah satu kursi, sehingga
sekarang Lina ada di pangkuanku dengan punggung menyandar di meja dapur. Selama
beberapa saat kita cuma berdiam diri saja. Lina masih menikmati sisa kenikmatan
orgasmenya dan menikmati penisku yang masih di dalam vaginanya.
Sementara aku menikmati sekali posisi ini, dan menikmati melihat Lina ada di
pangkuanku. Tanganku mengusap-usap pahanya dan menyingkapkan dasternya ke atas
sampai melihat bulu kemaluan kami yang saling menempel. Belahan vaginanya
kubuka dan aku melihat pemandangan yang sangat indah. Penisku hanya kelihatan
pangkalnya karena seluruh batangnya masih di dalam vagina Lina, dan di atasnya
aku melihat clitorisnya yang sangat basah.
Jari-jariku mulai mengusap-usap clitorisnya sampai Lina mulai mendesis-desis
lagi, dan pantatnya mulai bergerak lagi, berputar dan mendesakkan penisku
menjadi semakin masuk. Aku merasa vaginanya mulai berdenyutan lagi
meremas-remas penisku. Karena gemas, kadang-kadang clitorisnya kupelintir dan
kucubit-cubit.
Kemudian dasternya kusingkap semakin ke atas sampai aku melihat susunya yang
menantangku untuk segera memainkannya. Dengan tak sabar segera susunya yang
kiri kulumat dengan mulutku, yang membuat kepala Lina mendongak merasakan
kenikmatan itu. Sambil melumati susunya, lidahku juga memainkan putingnya yang
sudah sangat tegang. Kadang-kadang putingnya juga kugigit-gigit kecil dengan
gemas. Tanganku dua-duanya meremasi pantatnya yang bulat.
“Ya Tuhan Rendiii aahh aahh”, rintihnya di kupingku, sambil kadang menjilati
dan menggigit kupingku.
“Rendii.. aahh.. aku hampir dapet lagii.. ahh.., terus gitu sayang”, rintihnya
dengan gerakan yang semakin liar.
Pantatnya semakin keras menekan dan berputaran, yang membuat penisku juga
seperti dipelintir dengan lembut.
Aku pun menuruti dan terus memberikan kenikmatan dengan terus memainkan susunya
bergantian yang kiri dan kanan, dan tanganku juga ikut memainkan puting
susunya, sampai Lina tiba-tiba menggigit kupingku dengan keras dan setelah
menghentakkan pantatnya dia memelukku dengan eratnya.
“hh Randdiii.. hh. hh.” Aku merasakan Lina orgasme untuk kedua kalinya dan
lebih hebat dari yang pertama.
Denyutan vaginanya keras sekali dan berlangsung selama beberapa detik, dan
kenikmatan yang aku rasakan membuatku merasa sudah hampir orgasme. Tapi setelah
orgasme, ternyata Lina masih ingat keinginannya untuk menghisap penisku.
“Rendi.. jangan dikeluarin dulu.. nanti di mulutku saja yah”.
Maka setelah turun dari pangkuanku, Lina segera jongkok di depanku dan langsung
mengulum penisku. Lidahnya memutari batangnya dan mulutnya menyedot-nyedot
membuat aku merasa orgasmeku sudah sangat dekat. Tanganku memegang belakang
kepala Lina, dan kutekan agar penisku semakin masuk di mulutnya, kemudian aku
juga membantu memasuk-keluarkan penisku di mulutnya, dan
“aahh Lina aku keluarrr terus isaappp.. aahh..” dan memang Lina dengan lahapnya
terus menghisap spermaku yang langsung berhamburan masuk ke tenggorokannya.
Penisku yang masih mengeluarkan sperma terus disedot dan dikenyot-kenyot dan pangkal
penisku juga terus-terusan dikocok-kocok. Orgasmeku kali ini kurasakan sangat
luar biasa.
Setelah itu kita kembali berciuman, dan kembali meneruskan memasak.
“Rendi.. makasih yah, tapi aku belum puas, habis kurang bebas sih, entar malem
lagi yah..!” aku yang merasa hal yang sama cuma mengangguk.
“Ran, aku nanti malem pengin menikmati seluruh tubuhmu.”
“Maksudmu..? apa selama ini belum?”
“Aku pengin melakukan hal yang lain sama kamu.., tunggu saja..”
“Ihh.. apaan sih.., Lina jadi merinding nih”, kata Lina sambil memperlihatkan
bulu-bulu tangannya yang memang berdiri, dan sambil tersenyum aku mengelusi
tangannya.