Tetanggaku Meruntuhkan Imanku

Tetanggaku Meruntuhkan Imanku


Tetanggaku Meruntuhkan Imanku
Tetanggaku Meruntuhkan Imanku

Bandar Ceme - Aku bertetangga dengan Bu Yasmin (bukan nama sebenarnya) sudah lama. Ia sudah pernah menikah dua kali. Suami yang pertama meninggal, sedangkan suami kedua merantau ke Malaysia. Anaknya ada 3, yang pertama sudah kerja di Jakarta. Anak kedua, sebut saja namanya Bam, adalah teman mainku sejak kecil. Aku sering bermain ke rumahnya. Sejak lulus SMP Bam sekolah di kota lain. Tapi aku masing sering datang ke rumah Bu Yasmin untuk menjemput adikku yang sebaya dengan adik Bam.
Aku sering dibuat “gemes” oleh Bu Yasmin karena gerak-geriknya yang mengundang birahiku. Kalau di rumah ia suka pakai baju seenaknya, duduk atau tiduran juga seenaknya, sehingga sering terlihat buah dadanya yang ranum atau pahanya yang mulus. Bukan sekali dua kali aku melihatnya sedang tiduran dan bajunya tersingkap. Mungkin ia lupa kalau sudah remaja dan sudah punya nafsu.



Sekali waktu aku pernah melihat Bu Yasmin lagi nyuci baju di sumur belakang rumahnya sambil jongkok dan bugil. Sayang ia menghadap ke tembok, jadi aku hanya bisa melihat pantatnya yang aduhai. Gara-gara itu aku jadi suka berkhayal tentang Bu Yasmin. Aku suka deg-degan kalau mau menjemput adikku. Pada suatu hari waktu mau menjemput adikku ke rumah Bu Yasmin, hujan turun tiba-tiba dan sangat deras. Otomatis aku lumayan basah kuyup. Bu Yasmin menyuruhku untuk ganti baju dan celana pendek milik Bam. Tadinya aku mau menolak tapi Bu Yasmin memaksa. Adikku dan anak Bu Yasmin masih saja asyik bermain di ruang tamu. Bu Yasmin menggandengku ke kamar Bam. Tak lupa ia menutup pintu dan setelah itu melepas baju kaos yang kupakai. Aku seperti terhipnotis, diam saja. Apalagi waktu Bu Yasmin jongkok di depanku lalu dengan tiba-tiba memelorot celanaku dan kemudian celana dalamku. Aku diperlakukan seperti anak kecil. Mula-mula dipakaikan baju milik Bam, lalu celana. Aku terkesiap waktu wajah Bu Yasmin bersentuhan dengan “anuku” saat ia memakaikanku celana. Otomatis “anuku” membesar. Ketika celana baru sampai ke lututku tiba-tiba Bu Yasmin meremas- remas “anuku”. Ia menatapku dengan raut wajah gemas. Aku tak tahu apa yang harus kuperbuat selain diam saja. Apalagi ketika kurasakan nikmat di balik remasan Bu Yasmin.


Tak lama kemudian Bu Yasmin berdiri lalu jalan menuju pintu sambil menarik “anuku”. Aku berjalan terseok-seok akibat celana yang masih nyangkut di lutut. Kemudian Bu Yasmin jongkok lagi sambil menyingkap roknya, sehingga terlihat celana dalamnya berwarna ungu. Punggungnya disandarkan ke pintu, mungkin maksudnya untuk menahan agar pintu tidak bisa dibuka. Setelah meremas-remas sesaat, tiba-tiba Bu Yasmin memasukkan “anuku” ke mulutnya. Aku pernah nonton adegan seperti itu di HP temanku, tak kusangka aku akhirnya mengalami sendiri. Bu Yasmin mengulum dan menghisap “anuku” yang membuatku megap-megap dilanda nafsu. Dengan agak ragu aku membungkuk dan kuarahkan tanganku ke dadanya. Bu Yasmin diam saja saat kuremas-remas dua bukit ranumnya. Nikmat yang kurasakan saat meremas membuatku makin terangsang. Ditambah lagi dengan hisapan Bu Yasmin yang makin gencar. Akhirnya aku tak tahan lagi. Cairan spermaku tumpah di mulut Bu Yasmin. Bu Yasmin membiarkan mulutnya penuh dengan cairanku, lalu ia berjalan menuju jendela yang tertutup, membukanya sedikit dan meludah di situ. Dengan tubuh gemetar kupakai celana pinjaman. Bu Yasmin menghampiriku dan mengajakku keluar kamar. “Jangan bilang siapa-siapa lho, ya”, pesan Bu Yasmin sambil membuka pintu. Aku hanya mengangguk. Bu Yasmin meminjamiku payung lalu kuajak adikku pulang. Semalaman aku tidak bisa tidur memikirkan Bu Yasmin dan kenikmatan yang diberikannya. 

Sampai beberapa hari memori tentang kejadian di kamar Bam terus membayangiku. Rasanya aku ingin mengulangi lagi. Setiap kali ke rumah Bu Yasmin aku berdebar-debar, berharap ia melakukannya lagi padaku. Sayangnya kesempatan itu tidak pernah ada. Kadang di rumah Bu Yasmin ada tamu, entah itu tetangga atau dari luar kampung, kadang adikku langsung minta pulang begitu aku muncul di pintu rumah Bu Yasmin. Aku gelisah setiap kali keinginan itu muncul lagi. Kalau aku tak tahan kubelai-belai dan kukocok sendiri “anuku” sambil membayangkan dihisap oleh Bu Yasmin. Tapi meskipun aku orgasme, kurang afdol rasanya dibandingkan kalau diemut Bu Yasmin. Suatu hari waktu aku baru pulang sekolah Bu Yasmin datang ke rumahku dan minta tolong untuk memasang almari knock down yang baru dibelinya. Waktu itu adikku dan anak Bu Yasmin sedang ada les di sekolah, jadi ia sendirian di rumah. Aku cepat-cepat ganti baju lalu mengikutinya pulang. Sampai di rumahnya aku langsung mulai bekerja memasang-masang lembaran papan yang diletakkan di dapur. Bu Yasmin masuk ke kamarnya sebentar lalu keluar lagi menemaniku sambil duduk di bangku kayu persis di depanku. Sebelum duduk ia menyibak lebih dulu dasternya ke atas. Aku terkesima waktu duduknya agak mengangkang. Ternyata ia tidak pakai celana dalam. Aku langsung ereksi, tapi berusaha pura-pura sibuk meskipun sebenarnya nafsuku sudah menggebu-nggebu. Ketika aku sedang asyik merakit sambil duduk di lantai, tahu-tahu Bu Yasmin sudah berdiri di depanku. Lalu ia menarik bagian bawah bajunya ke atas hingga terlihat kemaluannya. Rambutnya lebat. Aku melongo melihatnya. Sesaat kemudian Bu Yasmin menarik kepalaku sampai mulutku menempel di kemaluannya. “Jilatin, Moes …”, pintanya saat aku menengadah menatap wajahnya. Aku pun langsung menciumi dan menjilati “milik” Bu Yasmin. Kemudian Bu Yasmin duduk di meja dapur sambil mengangkang lebar-lebar lalu memintaku melanjutkan lagi jilatanku. Bu Yasmin tampak menikmati sekali. Desahannya membuatku makin bernafsu. Sesekali kumainkan jariku di “milik” Bu Yasmin. Lama-lama Bu Yasmin tidak tahan. Ia turun dari meja dan langsung melepas celanaku. Ganti aku yang mengerang keenakan saat “senjataku” dihisap olehnya. Setelah puas menghisap, Bu Yasmin berdiri membelakangiku sambil membungkuk. Tangannya bertumpu di meja. Pantatnya yang bersentuhan dengan “senjataku” digoyang-goyang. “Cepet masukin, Moes …” katanya. Aku berusaha mencari-cari sasaran, tapi tidak bisa. Akhirnya Bu Yasmin membantuku hingga berhasil masuk. Oh, rasanya tak bisa diungkapkan dengan kata- kata. Nikmat sekali. Apalagi ketika Bu Yasmin bergerak maju-mundur. Aku mengikuti gerakannya. Lama-lama aku tahu caranya. Berkali-kali Bu Yasmin mengerang, sehingga aku jadi tambah bernafsu. Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka. Ternyata anak Bu Yasmin datang. Bu Yasmin cepat- cepat membenahi bajunya. Aku juga buru-buru memakai celanaku lagi lalu pura-pura merakit almari, sementara Bu Yasmin keluar dari dapur menyambut anaknya. Aku berusaha mengatasi nafasku yang ngos-ngosan sambil mengumpat dalam hati, kenapa anak itu cepat sekali pulangnya. Bu Yasmin menyiapkan makan siang buat anaknya di ruang tamu. Setelah itu ia ke dapur lalu menyeretku ke kamar mandinya. Di situ aku dan Bu Yasmin melanjutkan kenikmatan yang tertunda sampai cairanku keluar. Lega sekali rasanya. Bu Yasmin mengingatkanku untuk tidak cerita ke orang lain tentang hal itu.

Sejak saat itu, setiap kali ada kesempatan, aku dan Bu Yasmin melakukannya. Kadang di dapur, kadang di dekat sumur. Kami tidak pernah melakukan di kamar Bu Yasmin, karena kamarnya tidak berpintu. Hanya ditutup kain korden tebal. Sayangnya, hubungan gelapku dengan Bu Yasmin hanya sebentar. Tak sampai 6 bulan. Itu karena suaminya kembali dari Malaysia dan membuka bengkel di dekat rumahnya. Sejak itu aku hanya bisa merasakan kenikmatan bersama Bu Yasmin dalam angan-angan. Tubuhnya yang montokberisi terus terbayang-bayang di pelupuk mataku. Aku sekarang bekerja di kota lain. Setiap pulang kampung dan bertemu Bu Yasmin, ingin sekali rasanya aku langsung memeluknya dan mencumbuinya seperti dulu. Ia selalu tersenyum setiap kali bertatap muka denganku. Entah apa arti senyuman itu, tapi aku yakin ia tidak akan melupakan kenangan manis bersamaku begitu saja, seperti halnya aku.

0 komentar:

Posting Komentar