ManiakQQ Promo New Member Dan Bonus Harian

Maniakqq menyediakan bonus berikut : - Bonus New Member 20% - Bonus Deposit Rp.5.000,-.

ManiakQQ Mempunyai Beberapa Game Poker Dan Domino

100% Player VS Player Minimal Depo Dan WD : Rp.20.000,- Menyediakan banyak games dalam 1 web : Ceme , Capsa , Ceme Keliling , Poker , Live Poker , Q-Kick.

ManiakQQ Menyediakan Berbagai Bonus

Bonus ManiakQQ : Bonus New Member. Bonus Harian , Bonus TO 0,3% , Bonus Rafferal 20% Tunggu Apa Lagi Buruan Daftar.

ManiakQQ Juga Bisa Bermain Di HP Kamu.

Silakan download aplikasi nya di website kami www.maniakqq.com

Bonus New Member ManiakQQ

Syarat Dan Ketentuan Bonus New Member: - Berlaku hanya untuk new member dan pada deposit pertama saja - Minimal Deposit 200.000 - Syarat untuk melakukan Withdraw adalah dengan mencapai TO 3x.

Murid Ibuku

Murid Ibuku...Aghh

Murid Ibuku
Murid Ibuku

Cerita Seks - Ibuku adalah seorang dosen komputer di sebuah perguruan tinggi di Indonesia. Ia memiliki banyak mahasiswa maupun mahasiswi dan karena kepiawaian Ibuku dalam mengajar, banyak mahasiswanya yang datang ke rumahku unuk meminta diajar secara privat. Kisah ini adalah nyata yang terjadi ketika Ibuku sedang tidak di rumah. Namaku adalah Joe. Saat itu aku sedang dalam masa pengangguran karenanya aku hanya tinggal di rumah sehingga membuatku sangat bosan karena kegiatanku sepanjang hari hanya menonton VCD dan bermain komputer saja.Tetapi kebosananku berakhir ketika salah seorang mahasiswi Ibuku datang kerumah. Ineke namanya, dia kuliah di Universitas **** ***** (edited). Karena Ibuku kebetulan sedang ada urusan, maka Ineke menunggunya datang dikarenakan ada urusan yang sangat penting dengan Ibuku. Karena aku tidak ada pekerjaan dan aku sangat bosan dengan kegiatanku, maka aku menemaninya menunggu Ibuku. Tetapi, aku sengaja tidak memberitahukan kepadanya bahwa Ibuku sedang pergi ke luar kota bersama Bapakku selama beberapa hari. Jika kuperhatikan dengan seksama, Ineke sama sekali tidak jelek. Bagiku dia bahkan menarik sekali, dengan proporsi badan yang bagus dan seksi dan dikombinasikan dengan rambutnya yang panjang tergerai dan hitam. Sekilas wajahnya mirip dengan Maudy Kusnaedi dan karenanya aku tidak bosan-bosannya menatap Ineke sambil terus mengajaknya bercakap-cakap sambil menawarkannya minum segelas air jeruk.Sampai suatu ketika, dia minta ijin untuk pergi ke WC dan aku menunjukkannya lokasi WC yang berada di belakang kamar orang tuaku. Di saat dia pergi kesana, aku memasukkan pil perangsang yang kubeli sewaktu aku masih berkuliah di luar negeri dulu. Pil perangsang itu larut dengan air jeruk tetapi tidak memberikan perubahan pada warna maupun rasa air jeruk itu sendiri. Setelah itu, aku hanya tersenyum-senyum memikirkan rencanaku selanjutnya sambil menunggu Ineke keluar dari WC. Setelah Ineke kembali dari WC, ia kembali duduk dan mengajakku ngobrol mengenai bisnis orang tuaku sambil meminum air jeruk yang kusuguhkan kepadanya. Beberapa menit setelah ia meminumnya, ia memperlihatkan reaksi dari obat tersebut, dia berkali-kali meminta maaf kepadaku karena ia merasa kegerahan dan setelah itu ia mulai membuka pakaiannya.Di saat ia membuka pakaiannya, aku dapat melihat sosok Ineke yang hanya mengenakan BH dan celana dalamnya. Hal ini membuat penisku mendadak berdiri dan siap dimasukkan ke "lubang kenikmatan". Aku mengajak Ineke ke kamarku sambil kuberikan alasan agar aku dapat menyalakan Air Conditioner sehingga dia tidak lagi kegerahan. Ia percaya saja dan mengikutiku ke kamar. Di dalam kamarku, ia duduk di ranjang sambil sesekali mengusap dadanya. Aku menjadi tidak tahan melihat adegan ini sehingga aku mulai mencium bibirnya. Ketika aku menciumnya, tidak ada perlawanan sama sekali. Kami bermain lidah hingga 10 menit. Dikala kami bermain lidah, aku mulai membuka BH dan celana dalamnya. Setelah dia bugil, kemudian aku membuka pakaianku sendiri. Disaat aku sedang membuka pakaianku, Ineke mengusap-usap tubuhnya dan memainkan jari-jarinya di sekitar vaginanya sehingga membuatnya basah. Aku tidak tahan lagi maka kudekati vaginanya dan memainkan lidahku di dalam vaginanya.Aku sempat terkejut karena ternyata Ineke masih perawan sehingaa aku berpikir bahwa ini adalah hari keberuntunganku. Aku terus menjilati vagina Ineke berulang-ulang dan diiringi dengan desahan Ineke yang sangat sensual, "Hmm..., shhh..., aahh...". Aku tidak peduli dan terus menjilatinya hingga beberapa saat kemudian Ineke menjepit kepalaku dengan kedua kakinya sehingga membuatku menjadi sulit bernafas selama beberapa saat dan tubuhnya mendadak menjadi gemetar dan ia berteriak tertahan sambil melengkungkan punggungnya yang membentuk siluet yang indah sekali. Aku mengerti kalau dia sedang klimaks, aku senang sekali tetapi juga sekaligus belum puas, why? Karena aku sendiri belum memperoleh kepuasan darinya. Setelah ia terbaring lemas karena klimaks tersebut, aku segera saja memasukkan penisku yang panjang karena sudah tegang ke dalam vagina Ineke. Ketika penisku merobek keperawanannya, ia berteriak kesakitan dan aku merasakan penisku telah dibasahi oleh darah segar keperawanannya, tapi aku tidak ambil peduli. Sambil kucium bibirnya yang seksi, tanganku bermain di puting susunya, juga kutusukkan penisku ke dalam liang vaginanya. Teriakan yang tadi kudengar lama kelamaan berubah menjadi desahan-desahan dan tangannya mulai aktif memegang dan menekan-nekan selangkanganku seakan- akan menginginkan agar aku memasukkan penisku lebih dalam lagi. Tusukanku di dalam liangnya membuatnya mendesah-desah sensual dan memintaku mempercepat gerakan. Aku terus mempercepat gerakanku hingga dapat kurasakan vaginanya semakin basah. Ia memintaku mengubah posisi. Ia sekarang berada di atas. Dengan hati-hati ia menindihku dan memasukkan penisku yang masih tegang ke dalam liang vaginanya. Dengan posisi berbaring, kupeluk punggung Ineke sambil menaik-turunkan tubuhnya sehingga aku merasa semakin nikmat karena pijitan vaginanya. Aku semakin mempercepat gerakan sehingga membuat adegan yang kami lakukan semakin panas karena Ineke terus menggenjot tubuhku sambil tangannya memainkan puting susunya sambil sesekali menekan-nekan payudaranya yang cukup besar itu.Setengah jam terus berlalu dan aku mulai merasakan seolah-olah akan ada ledakan dalam diriku dan dirinya. Aku mengetahui bahwa dia akan klimaks lagi karena dia semakin kuat mendesah dan juga semakin cepat menggenjot tubuhku. Aku semakin tidak tahan dan kusemprotkan cairan kejantananku ke dalam liang kewanitaannya dan di saat yang bersamaan pula, Ineke berteriak dengan disertai getaran hebat sambil semakin cepat menggenjotku. Penisku terasa seperti sedang di"pipis"in olehnya karena ada cairan yang mulai membasahi penisku. Setelah beberapa menit kami bersama-sama melepaskan nafsu, aku mencium bibir Ineke dan memeluknya. Aku bermain cinta dengannya hingga sore hari dan kemudian kuberitahu padanya bahwa orang tuaku baru akan kembali seminggu kemudian. Tetapi di luar dugaanku, karena justru hal ini malah membuatnya senang karena itu berarti dia bisa tinggal untuk bercinta bersamaku selama seminggu. Setelah itu, aku dan Ineke terus menerus bercinta di rumahku sampai dengan Ibuku kembali dari luar kota.

Berawal Dari Mencukur Bulu Jembut

Berawal Dari Mencukur Bulu Jembut


Berawal Dari Mencukur Bulu Jembut
Berawal Dari Mencukur Bulu Jembut

Cerita Seks - Untuk membentuk agar bulu kemaluanku tumbuh dengan rapih, suatu hari timbul niat isengku untuk mencukur total. Kusiapkan alat-alat dahulu sebelum kumulai aksinya. Mulai dari gunting, kaca cermin, lampu duduk, dan koran bekas untuk alas agar bekas cukuran tidak berantakan kemana-mana. Kupasang cermin seukuran buku tulis tepat di depan kemaluanku untuk melihat bagian bawah yang tidak terlihat secara langsung. Tidak lupa pula kunyalakan lampu duduk di antara selangkanganku. Kumulai pelan-pelan, kugerakkan pisau cukur dari atas ke bawah.Baru mulai aku menggoreskan pisau cukur itu, aku dengar suara langkah masuk ke kamarku, segera aku lihat bayangan di kaca buffet, tidak jelas benar, tapi aku bisa menebaknya bahwa dia adalah si Eno, kemenakan dari ibu kost.Aku bingung juga, mau membereskan perangkat ini terlalu repot, tidak sempat. Memang aku melakukan kesalahan fatal, aku lupa mengunci pintu depan ketika kumulai kegiatan ini. Akhirnya dalam hitungan detik muncul juga wajah si Eno ke dalam kamarku. Dalam waktu yang singkat itu, aku sempat meraih celana dalamku untuk menutupi kemaluanku. Sambil meringis berbasa-basi sekenanya."He... he... ada apa En..?" sapaku gelagapan."Eh, Mas Adi lagi ngapain..?" kata Eno yang nampaknya juga sedang menyembunyikan kegugupannya.Si Eno memang akrab dengan saya, dia sering minta bimbingan dalam hal pelajaran di sekolahnya. Khususnya pada mata pelajaran matematika yang memang menjadi kegemaranku. Eno sendiri masih sekolah di SMU. Berkata jorok memang sering kami saling lakukan tetapi hanya sebatas bicara saja. Apalagi Eno juga menanggapinya, dengan perkataan yang tidak kalah joroknya. Tapi hanya sebatas itulah.Kembali pada adegan tadi, dimana aku tengah kehabisan akal menanggapi kehadirannya yang memergokiku sedang mencukur bulu kemaluan. Akhirnya kubuka juga kekakuan ini."Enggak apa-apa En, biasa... kegiatan rutin.""Apaan sih..?""Eno sudah berusia 17 tahun belum..?""Emangnya kenapa kalau udah..?" kata Eno masih berdiri dengan canggung sambil terus menatapku dengan serius."Gini En, aku khan lagi nyukur ini nih, aku minta tolong kamu bantuin aku. Soalnya di bagian ini susah nyukur sendiri..." kataku sambil kuulurkan pisau cukur padanya."Mas Adi, ih..!" tapi ia terima juga pisau cukurnya, sambil duduk di dekatku.Aku angkat celana yang tadi hanya kututupkan di atas kemaluanku."Eno tutup dulu pintunya yach Mas..?"Dia menutup pintu depan dan pintu kamar. Sebenarnya masih ada pintu belakang yang langsung menuju ke dapur rumah induk. Namun pada jam segini aku yakin bahwa tidak ada orang di dalam. Selesai Eno menutup pintu, dia agak kaget melihat kemaluanku terbuka, sambil menutup mulutnya ia meminta agar aku menutupnya."Tutup itunya dong..!" katanya dengan manja.Aku katupkan kedua pahaku, batang kemaluanku aku selipkan di antaranya, sehingga tidak terlihat dari atas, sedangkan bulunya terlihat dengan jelas."Nah begini khan nggak terlihat..." kataku, dan Eno nampaknya setuju juga.Eno ragu-ragu untuk melakukannya, namun segera aku yakinkan."Nggak apa-apa En, kamu khan sudah 17 tahun, berarti sudah bukan anak-anak lagi, lagian khan cuman bulu, kamu juga punya khan, udah nggak apa-apa. Nanti kalau aku sakit, aku bilang deh..""Bukannya apa-apa, aku geli hi.. hi.." sambil cekikikan.Dengan super hati-hati dia gerakkan juga pisau cukur mulai menghabisi bulu-bulu kemaluanku. Karena terlalu hati-hatinya maka ia harus melakukannya dengan berulang-ulang untuk satu bagian saja.Sentuhan-sentuhan kecil tangannya di pahaku mulai mEnombulkan getaran yang tidak bisa kusembunyikan. Dan ini membuat kemaluanku semakin tegang, tidak hanya itu, hal ini juga menyebabkan siksaan tersendiri. Dengan posisi tegang dan tercepit di antara pahaku menjadikan kemaluanku semakin pegal. Sampai akhirnya tidak bisa kutahan, kukendorkan jepitan kedua pahaku, sehingga dengan cepat meluncurlah sebuah tongkat panjang dan keras mengacung ke atas menyentuh tangan Eno yang masih sibuk mempermainkan pisau cukurnya.Begitu tersentuh tangannya oleh benda kenyal panas kemaluanku, dia kaget dan hampir berteriak."Oh, apa ini Mas..? Kok dilepas..?" katanya gugup ketika menyadari bahwa batang kemaluanku lepas dari jepitan dan mengarah ke atas."Iya En. Habis nggak tahan. Nggak apa-apa deh, dihadapan cewek harus kelihatan lebih gagah gitu..""Mas Adi sengaja ya..?""Suer.., ini cuma normal."Eno masih memperhatikan kemaluanku yang sudah besar dan kencang dengan wajah yang sulit digambarkan. Antara takut dan ingin tahu. Lalu dia raih kain yang ada di dekatku untuk menutupinya."Kenapa ditutup En..?""Aku takut, abis punya Mas Adi besar banget.""Emangnya Eno belum pernah melihat kemaluan laki-laki..?" tanya saya.Eno diam saja, tapi digelengkan kepalanya dengan lemah."Ayo deh diteruskan," bisikku.Kali ini Eno menjadi super hati-hati mencukurnya. Mungkin takut tersentuh kemaluanku. Sedangkan aku sangat ingin tersentuh olehnya. Tapi aku khawatir dia semakin takut saja. Akhirnya kubiarkan saja dia menyelesaikan tugasnya dengan caranya sendiri.Akhirnya harapanku sebagian terkabul juga. Ketika Eno mulai mencukur bulu bagian samping kemaluanku, mau tidak mau dia harus menyingkirkan kemaluanku."Maaf ya Mas..!" dengan tangan kirinya ia mendorong kemaluanku yang masih tertutup kain bagian atasnya ke arah kiri, sehingga bagian kanannya agak leluasa. Untuk lebih membuka areal ini, aku rebahkan tubuhku dan kubentangkan sebelah kakiku.Eno dengan sabar memainkan pisau cukurnya membersihkan bulu-bulu yang menempel di sekitar kemaluanku, nafasnya mulai memburu, dan kutebak saja bahwa dia juga sedang horny. Walaupun masih dengan ragu-ragu dia tetap memegang kemaluanku. Didorong ke kiri, ke kanan, ke atas dan ke bawah. Aku hanya merasakan kEnokmatan yang luar biasa. Tanpa kusadari kain penutup kepala kemaluanku sudah tersingkap, dan ini nampaknya dibiarkan saja oleh Eno, yang sekali-kali melirik juga ke arah kepala kemaluanku yang mulus dan besar itu.Lama-kalamaan, Eno semakin terbiasa dengan benda menakjubkan itu. Dengan berani, akhirnya dia singkapkan kain yang menutup sebagian kemaluanku itu. Dengan terbuka begitu, maka dengan lebih leluasa dia dapat menyantap pemandangan yang jarang terjadi ini. Aku diam saja, karena aku sangat menyukainya serta bangga mendapat kesempatkan untuk mempertontonkan batang kemaluanku yang lumayan besar."Udah bersih Mas..."Kulihat kamaluanku sudah pelontos, gundul. Wah, jelek juga tanpa bulu, pikirku."Di bawah bijinya udah belum En..?" aku pura-pura tidak tahu bahwa di daerah itu jarang ada bulu.Lalu dengan hati-hati ia sigkapkan kedua bijiku ke atas. Uh, rasanya enak sekali."Udah bersih juga Mas..." ia mengulanginya.Katanya datar saja. Menandakan bahwa hatinya sedang ada kecamuk. Aku tarik lengannya, dan dengan sengaja kusenggol payudaranya, dan kukecup kEnongnya."Terima kasih ya En..!"Tanpa kusadari, sejak dia memberanikan diri mencukur bulu kemaluanku tadi, buah dadanya yang berukuran sedang terus menempel pada dengkulku. Begitu kukecup kEnongnya, dia diam saja, mematung sambil menundukkan mukanya. Lalu kuangkat dagunya dan kucium bibirnya, kupeluk sepuas-puasnya. Keremas paudaranya dan nafasnya makin memburu. Aku raih kemaluannya tapi dia diam saja, kuselipnkan satu jarinya dari sela-sela celana dalamnya. Wah, ternyata sudah basah bukan main. Namun Eno segera terkejut, dan melepaskan diri dariku. Disun pipiku, dan dia segera lari ke rumah induk lewat pintu belakang.Aku benar-benar puas, kupandangi tampang kemaluan gundulku yang masih tegak."Suatu saat nanti engkau akan mendapat bagiannya..." kataku dalam hati.Sejak peristiwa itu, kami memang tidak pernah bertemu dua mata dalam suasana yang sepi. Selalu saja ada orang lain yang hilir mudik di kamarku. Sampai akhirnya liburan datang dan kami semua masing-masing pulang kampung untuk beberapa waktu. Liburan sekolah sudah selesai, Eno sudah datang lagi setelah berlibur ke rumah orang tuanya di Tabanan, Bali. Begitu juga aku yang datang sebelum masa kuliahku dimulai.Waktu itu hujan deras. Eno masih berada di kamarku (suasananya sepi karena tidak ada orang sama sekali, termasuk di rumah induk) untuk minta bimbingan atas pelajarannya. Begitu selesai, Eno menyandarkan tubuhnya ke dadaku sambil berkata."Mas, itunya sudah tumbuh lagi belum..? Hi... hi..." sambilnya ketawa cekikikan."Oh, itu..? Lihat aja sendiri." sambil kupelorotkan celana pendekku sampai lepas, dan kemaluanku yang masih lunglai menggantung."Mas Adi ih, ngawur..." katanya.Tapi walaupun demikian, ia santap juga pemandangan itu sambil menyibakkan sebagian T-Shirt-ku yang menutupi daerah itu. Bulu-bulu yang sudah rapih memenuhi lagi sekitar kemaluanku, segera terlihat dengan jelas."Nah, begitu khan lebih oke..." katanya."Aku kapok En, nggak mau nyukur plontos lagi.""Kenapa Mas..?""Waktu mau numbuh. Bulunya tajam-tajam dan itu menusuk batangku.""Habis Mas Adi sukanya macem-macem sih..!" sambil terus memandang kemaluanku yang masih tergantung lunglai, "Mas, kok itunya lemes sih..?""Iya En, sebentar juga gede, asal diusap-usap biar seneng.""Ah Mas Adi sih senengnya enak terus."Walaupun berkata seperti itu, mau juga Eno mulai memegang kemaluanku dan digerak-gerakkan ke kanan dan ke kiri. Membuat batang kemaluanku semakin besar, keras dan mengacung ke atas. Eno makin menyandarkan kepalanya ke dadaku. Dan langsung saja saya peluk dia, sedemikian rupa hingga payudaranya tesentuh tangan kiriku. Rupanya Eno tidak pakai BH, sehingga kekenyalan payudaranya langsung terasa olehku. Kupermainkan payudaranya, aku pencet, menjadikan Eno terdiam seribu bahasa tetapi nafasnya semakin cepat. Demikian pula Eno dengan hati-hati memainkan kemaluanku, masih terus dibolak-balik, ke kanan dan ke kiri.Aku cium bibir Eno, dan dia menanggapinya dengan tidak kalah agresifnya. Barangkali inilah suatu yang ditungu-tunggu. Aku lepas blouse-nya, dan payudaranya yang masih kencang dan mulus dengan putingnya yang kecil berwarna coklat muda segera terpampang dengan jelas. Karena tidak tahan, aku langsung menciuminya. Hal ini menjadikan Eno semakin menggeliatkan tubuhnya, tandanya dia merasa nikmat. Aku ikuti dia ketika dia mambaringkan tubuhnya di tempat tidur. Aku hisap-hisap putting payudaranya, sementara rok dan celananya kupelorotkan. Eno setuju saja, hal ini ditunjukkan dengan diangkatnya pantat untuk memudahkanku melepaskan pakaian yang tersisa.Begitu pakaian bagian bawah terlepas, segera tersembul bukit mungil di antara selangkangannya, rambutnya masih jarang, nyaris tidak kelihatan. Sekilas hanya terlihat lipatan kecil di bagian bawahnya. Pemandangan ini sungguh membuat nafsuku semakin memuncak. Begitu kuraba bagian itu, terasa lembut. Makin dalam lagi barulah terasa bahwa dia sudah banyak berair. Eno masih merem-melek, tangannya tidak mau lepas dari kemaluanku. Begitu pula ketika kulepas pakaianku. Tangan Eno tidak mau lepas dari alat vitalku yang semakin keras saja.Begitu aku sudah dalam keadaan bugil, aku kembali mempermainkan kemaluannya, ketika jari tengahku mau memasuki vaginanya yang sudah banjir itu. Pinggulnya digoyangkannya tanda mengelak, aku hampir putus asa.Tetapi kudengar suara manjanya, "Jangan pakai tangan Mas. Pakai itu saja." sambil menarik-narik alat vitalku ke arah vaginanya.Aku segera mengambil posisi. Tangan lembutnya membimbingnya untuk memasuki arah yang tepat. Kugosok-gosokkan sebentar di bibir vaginanya yang berlendir itu. Rasanya nikmat sekali. Setelah kurasa tepat berada di ambang lubangnya, aku dorong sedikit, agar bisa memasukinya. Tapi nampaknya tidak mau masuk. Aku coba sekali lagi, tidak mau masuk juga."Kamu masih perawan En..?" akhirnya aku tanya dia.Diantara jelita dan wajahnya yang sudah seperti tidak sadar itu, aku lihat kepalanya menggeleng dan itu adalah suatu jawaban.Usaha menembus lubang kEnokmatan itu aku tunda dulu. Operasiku berpindah dengan memagut-magut seluruh tubuhnya. Eno semakin terengah-engah menerima perlakuanku. Erangan-erangan yang terkesan liar semakin membuatku bernafsu. Aku kecup putingnya, perutnya, dan pahanya. Ketika aku mengecup pahanya, sepintas aku lihat vaginanya menganga, semburat warna merah tua yang licin sungguh menarik perhatianku. Jilatanku makin dekat ke arah vaginanya. Begitu lidahku menyentuh bibir kemaluannya, Eno berteriak kelojotan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku semakin bersemangat menjilatinya.Setelah kurasa jenuh, dan kehabisan variasi menjilati vaginanya. Kembali kuarahkan kemaluanku ke arah barang yang paling dilindungi wanita ini. Kembali tangan Eno membimbing kemaluanku. Setelah tepat di depan gerbang kEnokmatan, aku dorong sedikit."Bless..."Kepala kemaluanku bisa masuk sedikit, Eno meringis, tapi terus menekan bokongku. Maksudnya, jelas agar aku masuk lebih banyak lagi. Aku dorong lagi, tetapi lubangya terlalu sempit. Walaupun hanya kepala saja yang masuk, tetapi aku berusaha memaju-mundurkan, agar gesekan yang nekmat itu terasa. Setelah beberapa kali aku memaju-mundurkan, sekali lagi aku dorong lebih dalam lagi. Berhasil..! Kini kemaluanku sudah sepertiga berada di dalamnya. Aku berusaha sabar, aku gerakkan maju mundur lagi. Setelah beberapa kali, aku mendorong lagi. Begitulah kulakukan berulang-ulang sampai semua kemaluanku tertelan dalam remasan vaginanya. Kudiamkan untuk sesaat di dalam, kurasakan denyutan-denyutan yang sangat nikmat yang membuat seluruh tubuhku mengejang. Kugerakkan lagi bokongku dengan arah maju-mundur. Tanpa kusangka, Eno menjerit sambil mengejang."Terus Mas... terus Mas... aku sampaaiii... ouh... ouh..." jeritan itu lumayan keras.Aku segera tutup mulutnya dengan bibirku. Bersamaan dengan itu, kemaluanku terasa diremas-remas. Ujung kemaluanku seakan menyentuh dinding yang membuatku merasa geli bukan main. Akhirnya aku tidak tahan juga untuk mengeluarkan spermaku ke dalam liang kewanitaannya. Beberapa semprotan agaknya semakin menjadikan Eno semakin liar dan semakin meregangkan tubuhnya. Kami orgasme bersama-sama, dan itu sangat meletihkan. Dan aku tidak ingin cepat-cepat melupakan fantasi yang hebat itu. Kami tertidur untuk beberapa waktu.Begitu aku bangun, rupanya Eno sudah tidak ada. Yang ada hanyalah secarik kertas menutupi kemaluanku dengan tulisan, "YOU ARE THE GREAT".Sejak saat itu, kami selalu melakukannya secara rutin dua minggu sekali, paling lama sebulan sekali. Namun tidak melakukan di rumah tetapi kubawa ke hotel di luar kota secara berganti-ganti yang kemungkinan kecil untuk diketahui oleh orang yang kami kenal. Sampai akhirnya, kami berpisah. Aku lulus dan diterima kerja di luar kota. Eno kuliah di kota yang jauh sekali dari tempatku berada. Kalau ia membaca tulisan ini, maka ia akan bersyukur karena namanya sudah aku samarkan. Sekedar untuk mengingatkan saja ketika kami begituan, kemaluannya kujuluki TEMBEM. Dan ia menyebut kemaluanku dengan julukan TOLE

Tak Sengaja Masuk Kamar Mandi Ternyata Ibu Sedang Mandi Telanjang

Tak Sengaja Masuk Kamar Mandi Ternyata Ibu Sedang Mandi Telanjang

Tak Sengaja Masuk Kamar Mandi Ternyata Ibu Sedang Mandi Telanjang
Tak Sengaja Masuk Kamar Mandi Ternyata Ibu Sedang Mandi Telanjang

Cerita Seks - Namaku Rondi anak pertama dari dua bersaudara dan belum menikah. Usiaku saat ini adalah 25 tahun, ayahku seorang pensiunan masinis berusia 57 tahun dan ibuku saat ini usianya 35 tahun.Ibuku menikah di usia 14 tahun dan ayahku 31 tahun, didalam adat madura usia ibuku pada waktu itu sudah saatnya menikah dan beliau dijodohkan dengan ayahku anak tuan tanah didesanya. Walaupun usia ibuku sudah tidak muda lagi, beliau masih kelihatan seperti usia 17 tahunan, orang pasti tidak akan percaya bahwa diusia seperti itu ibuku masih memiliki body yang aduhai, tinggi ibuku kurang lebih 167 cm, berat kurang lebih 65 kg, payudara ukuran 38c dan kulit kuning langsat.
Sebenarnya aku tidak mempunyai niat untuk menggauli ibuku dan bahkan menjalin asmara dengan beliau. Waktu itu aku masih kelas 3 SMP dan pada saat itu aku pulang lebih awal karena ada ujian EBTA, aku melihat rumah dalam keadaan sepi, kebetulan saat itu aku ingin sekali kencing dan langsung nyelonong masuk kekamar mandi dan kebetulan kamar mandi tidak terkunci dan langsung kuloloskan celanaku plus CD-ku dan mengeluarkan kemaluanku, ternyata tanpa diduga ibuku berada didalam dengan keadaan bugil. Beliau terkejut melihatku dalam kondisi seperti itu dan beliau berkata.
“Aaaaakhhhh…Rondi, mau apa kamu ?
“Oh ma’af bu…aku tidak sengaja, aku kebelet bu…!” kataku membela diri.
Kalau begitu cepet kencingnya dan lekas keluar dari sini!
Sambil kencing, kulirik ibuku yang bugil, kelihatan dengan jelas kedua payudaranya yang padat dan mengkal tak seberapa besara tapi indah, terlihat juga olehku bukit yang penuh semak belukar itu begitu indah dan itu membuat burungku berdiri perlahan-lahan dengan kokohnya. dan aku melihat ibu sepertinya terpesona dengan keadaanku…
“Kalau sudah sana keluar…”
Aku yang sudah konak sejak melihat keadaan ibu, langsung saja aku mendekati ibu…
“Rondi…mau apa kamu…aku ini ibumu..”
Aku yang sudah kerasukan setan tak memperdulikan perkataannya.
“Ibu cantik…,aku sayang kamu ibu…!” sambil kuciumi ibuku dengan penuh nafsu.
“Rondi…jangan nak…aku ini ibumu…ingaaaat nak” kata ibu memelas seraya berontak atas ulahku.
Aku tak menyerah kemudian kuciumi bibirnya, kemudian turun ke lehernya serta merta kuremas kedua bukit kembarnya dan kujilati kupingnya, dan rupanya itulah kelemahan ibuku.
“Sssssttt…aaaaakhhhhh…” desis ibuku dan beliau melemahkan berontakannya, rupanya beliau menikmati rangsangan yang aku berikan. Dan ibu membalasnya dengan lebih agresif, tangannya mencari rudalku dan beliau terpekik…terpesona..”be…saaar… sekali punyamu…sayang..sssstttt…akhhhh..” Penisku berukuran 18 cm diameter 4cm. Aku yang sudah terangsang terus melakukan serangan mulai dari dadanya kemudian turun ke perut dan kemudian aku menemukan sebuah bukit kecil yang ditumbuhi bulu-bulu lebat yang menutupi lubang kanikmatan itu, aku julurkan lidahku sambil menjilatinya dan ibu lagi-lagi mendesis kenikmatan.
“aaaahhhhh…ooooohhh…yes…teruskan anakku…jangan kau hentikan…aaakhhhh…” rintihnya sambil pinggulnya mendongkak keatas dan mengakibatkan vaginanya basah dan dibanjiri cairan kental, rupanya ibuku telah mencapai puncaknya untuk pertama kali. Aku kemudian bangun dan menyuruh ibu untuk jongkok, aku menyuruhnya untuk mengulum penisku, sambil tangannya mengocok-ngocok penisku dan rupanya dia hebat sekali dalam urusan yang beginian.
“aaaaakhhhh…eeemmmm…yes…teruskan uuuuuuu… mmmmmm… niiiikkkmaaaat… ooooohhhhhh… ” saking lihanya ibuku mengulum penisku… hampir saja aku orgasme, tapi itu dapat aku tahan, dengan mengubah posisi. ibuku kusuruh telentang dilantai kamar mandi,aku rentangkan paha ibuku lalu kuarahkan penisku didepan vaginanya yang sudah kelihatan becek, sebelumnya aku gesek-gesekkan tepat di klitorisnya…dia mendesis.
“aaahhhh…sssst…cepaaaattthhh…masukkan sayang ibu sudah tidak tahaaaaannnnn…mmmm”
Kasihan aku melihatnya tersiksa seperti itu, kemudian pelan-pelan kumasukkan penisku, tapi dasar sial susah sekali masuknya, hebat sekali vaginanya walaupun sudah mempunyai anak ibu tetap bisa memelihara barangnya, dengan keyakinan penuh dan rasa percaya diri yang tinggi pelan tapi pasti akhirnya penisku masuk juga kedalam vagina dimana gua dulu nongol kedunia…
“Bleeesssss… aaaahhhh…” pekik ibuku (entah kesakitan atau kenikmatan yang dia rasakan)
“Sakit bu…?” tanyaku yang dijawab ibu dengan gelengan kepala. Pelan dan pasti kuatur irama dan mulai aku maju mundurkan pantatku…
“ssssstttt…eeemmmm…yahhhh…nikkkkmaatttt…te ruskan jangan kau hentikan anakku…”
“Ukkhhhhh…enak sekali vaginamu…buuuuuu” tak lama selang 10 menit berlalu ibuku mencapai orgasmenya yang kedua kalinya.
“aaaaaaahhhhh…ibuuuuu…keluaaaarrrr…akkkhhhhh ” pekik ibu sambil pantatnya diangkat keatas dan kurasakan vaginanya menyemprotkan air hangat dan sedut-sedut kurasakan dalam penisku.
“buu..coba ibu menungging sambil berpegangan di bak mandi dan kaki ibu diangkat satu diatas closet” perintahku dan ibu menurutinya. Dengan posisi nungging kumasukkan penisku kembali kevaginanya…dan…”Bleesss” Aku pompa pantatku dengan irama yang teratur dan ternyata ibuku lebih cepat mencapai orgasmenya..”…aaaahhhh…ibuuu..keluar lagiiii…akhhhhh” dengan posisi ini ibuku mencapai orgasme lebih dari sepuluh kali. Setelah sejam berlalu kurasakan aku akan mengalamai orgasme…
“oooohhhh…buuuuu…akuuu..sampaiii…buuuu…dik eluarkan dimana buuuu…” ibu yang kelihatan sangat keletihan tak menjawab pertanyaanku. Aku makin mempercepat iramaku dan akhirnya..kusemprotkan spermaku kedalam rahim ibuku.
“aaaaahhhhh…ssstttt…eeemmmmmmm…oaaahhh..nikm attt” pekikku.
Setelah lima menit berlalu ibuku mulai tersadar dari kelelahannya beliau terpekik…
“aaahh..Rondi…kau keluarkan didalam ya..?..ibu tidak memakai kontrasepsi…kalau ibu hamil giamana..?”
Ibu tak usah khawatir…kalau hamil Rondi minta ibu jangan menggugurkannya,langsung saja ibu bersebadan denagan ayah sesudah denganku. Rondi ingin mempunyai anak dari ibu”
“tidak..Rondi..itu ide gila..” kata ibuku tak setuju.
“Kalau ibu tak mau..maka akan aku adukan perbuatan kita kepada ayah” ancamku.
“jangan Rondi…baiklah..kalu itu kehendakmu”
“Bagaimana permainanku tadi buuu…?”
“hebat kamu, ayahmu saja baru lima menit sudah keluar dan ibu belum apa-apa”.


Bualan Ayahku Hingga Meniduriku Yang Sedang Hamil

Bualan Ayahku Hingga Meniduriku Yang Sedang Hamil


Bualan Ayahku Hingga Meniduriku Yang Sedang Hamil
Bualan Ayahku Hingga Meniduriku Yang Sedang Hamil

Cerita Seks - Sebut saja saya Mari, wanita berumur 18 th., telah menikah serta tengah hamil 8 bln.. Saya berani bercerita kisahku sesudah Sam (60), bapak kandungku diamankan polisi lima bln. lantas, sesudah pernah digebuki Mas Handi (25), suamiku.
Sebagai wanita yang tumbuh ditengah keluarga miskin dilingkungan pesisir, aku terbiasa hidup dan kerja keras membantu orangtuaku yang nelayan. Kampung kami di pulau L (Edited ***) agak jauh dari kota dan seperti terisolir membuat tatanan kehidupan bermasyarakat disana kurang terbuka, aku pun tumbuh menjadi gadis kurang pergaulan.
Sejak berusia 11 tahun, ayah dan ibuku bercerai. Ibu kawin lagi dengan lelaki idamannya membawa Fery, adikku. Mereka pun tinggal di kota, dirumah barunya. Sejak itu pula aku hidup bersama ayahku dirumah kami dikampung pesisir itu, karena Anto dan Santi, kedua kakakku sudah merantau kepulau seberang.
Kehidupanku bersama ayah berjalan wajar. Untuk makan sehari-hari, ayah masih sanggup mencari nafkah sebagai nelayan, sedangkan aku turut membantu bibi berjualan dipasar. Hingga aku menginjak usia 17 tahun, dan tumbuh menjadi gadis yang kata masyarakat kampungku aku lumayan cantik. Diusia itu aku disunting Mas Handi, anak lelaki bibiku.
“Kamu sudah dewasa nak, setelah menikah nanti jadilah istri yang taat kepada suami. Ayah harap kamu tidak seperti ibumu yang tergiur harta kekayaan lelaki lain sehingga kamu menderita,” kata ayah setelah menerima pinangan bibi, orang tua Handi.
Pesta penikahan yang cukup mewah untuk ukuran kami tak membuat aku bergembira karena pikiranku tertuju iba pada ayahku yang nantinya akan sebatangkara kutinggalkan. Tapi aku pun sangat mencintai Mas Handi, suamiku.
Dimalam pertama kami, aku benar-benar bahagia bersama Mas Handi. Malam itulah kuserahkan semua yang kumiliki padanya, sangat berkesan bagiku.
“Aku sayang kamu Mari..” Mas Handi mengecup keningku saat kami dipembaringan, usai pesta kawin kami malam itu.
“Aku juga Mas..” jawabanku tulus dan kami pun berpelukan erat.
Kecupan Mas Handi dikeningku terus turun ke pipi, hidung, dan selanjutnya Mas Handi mengecup bibirku dan mengulumnya dalam. Tangannya mulai melucuti kebaya putih yang kukenakan, menyibak bra yang kupakai, lalu menyentuh puting susuku, meremas dan mencubit kecil susuku.
“Aouhh Mass, geli Mas,” terus terang baru sekali itu aku dijamah lelaki, perasaanku bukan main takut bercampur enak.
Mas Handi tak peduli, bagaikan singa lapar ia kemudian melucuti seluruh kain yang melilit tubuh bawahku dan juga melepaskan seluruh pakaiannya.
“Tenang ya sayang, sakit sedikit kok.. nanti juga enak,” kata itu keluar dari bibir Mas Handi saat menindih tubuhku.
“Aahh mass, sakit sekali Mas,” aku agak menjerit saat benda tumpul milik Mas Handi mengoyak vaginaku.
Malam pertama itu Mas Handi menyetubuhiku dengan beringas, dan tak memberiku kesempatan untuk mencapai klimaks yang nikmat. Tapi aku pikir mungkin itulah gaya seks pria pesisir yang terbiasa hidup keras sebagai nelayan.
Meski aku bahagia hidup bersama suamiku, namun rasa BHakti pada ayah tak pernah kusingkirkan. Walau kami hidup beda rumah, dengan jarak 200 meter. Tetapi seringkali kubawakan ayah makanan dan minuman, biasanya tiga hari sekali. Apalagi Mas Handi pun menyuruhku untuk tetap memperhatikan ayahku yang mulai tua, dan jarang melaut lagi. Tapi selama itu segela sesuatunya masih berjalan lancar.
Hingga suatu siang, empat bulan setelah aku menikah, aku membawakan makanan dan minuman kerumah ayah yang letaknya agak terpisah dari rumah lainnya dikampung kami. Saat itu aku sudah hamil dua bulan.
“Ini yah, saya bawakan sayur dan ikan. Ayah nggak usah masak lagi untuk nanti malam tinggal dihangatkan saja,” kataku setiba dirumah ayah.
“Duh.. makasih ya sayang. Kamu ini benar-benar anak berBHakti,” kata ayah seraya menghampiri dan mengecup keningku.
Kupikir kecupan itu pertanda sayang seperti yang selama ini diperbuat padaku, kubiarkan saja itu dan kemudian aku ke dapur untuk memindahkan makanan dari rantang yang kubawa kepiring didapur. Ayah rupanya membuntutiku dan ikut kedapur, lalu disaat tanganku sibuk menyusun piring dimeja makan, ayah memelukku dari belakang.
“Kamu sudah hamil ya sayang,” tanya ayah sambil memeluk dan memegangi perutku dari belakang.
“Iya yah, sebentar lagi saya akan kasih ayah cucu,” jawabku membiarkan ayah tetap memelukku, karena kupikir ayah sangat menyayangiku.
“Kalau mulai hamil, perutmu harus sering diusap dan dipijit pelan supaya bayinya nggak turun,” ayah berkata itu sambil mengusap perutku dengan posisi tetap memelukku dari belakang.
Kubiarkan ayah melakukan itu sementara aku tetap sibuk memindahkan makanan untuk ayah.
“Si Handi sering mijitin kamu nggak sayang,” ayahku bertanya lagi.
“Uh ayah ini, Mas Handi kan kerja, pulangnya capek mana sempat mijitin saya. Bukannya saya sebagai istri yang harus mijitin dia?” kujawab ayah dan melepaskan pelukan ayah, lalu aku pindah keruangan depan.
Siang itu, seperti biasanya sebelum pulang aku sempatkan untuk ngobrol bersama ayahku. Selain menanyakan kebutuhan apa saja yang harus kubawakan, aku juga kerab berkeluh kesah tentang sikap mertuaku, ibu Mas Handi yang sampai saat itu belum bisa kuakrabi sebagai menantu. Tapi siang itu ayah justru membicarakan masalah kehamilanku, masalah perawatan janin diperutku, termasuk masalah harus rajin diusap dan dipijat perutku.
“Nah.. suamimu kan nanti malam melaut, kamu datang keMarii saja supaya ayah bisa pijitin ya,” begitu pinta ayah sebelum aku pulang.
Aku pun mengiyakan saja, soalnya biasanya Mas Handi pulangnya agak siang setelah melaut. Lagipula, dirumah mertua aku sering bingung mau melakukan apa, maklum mertuaku belum sreg benar kepadaku kelihatannya.
Malam itu setelah Mas Handi pamit melaut, aku langsung kerumah ayah. Tentu saja aku pamit ke mertua untuk menengok ayah, kataku pada mereka, ayah sedang sakit. Waktu aku datang, ayah sedang mendengarkan siaran radio sambil menghisap rokok tembakau lintingan diruang tamu.
“Malam yah.. kok ngelamun sih?” sapaku sambil bergelayut dilengan ayahku.
“Iya sayang, ayah lagi ingat masa muda dulu,” ayahku tetap asyik dengan rokok lintingnya.
Dari bibirnya segera meluncur secuil perjalanan hidupnya yang sebenarnya sudah sering diceritakan pada kami, anak-anaknya.
“Tuh kan ayah jadi cerita, jadi nggak nih mijitin saya? katanya sayang sama cucu yang masih diperut ini?” aku merajuk menghentikan ceracau ayahku tentang hidupnya.
“Iya..iya, tapi sekarang kamu mandi dulu sana,” perintah ayahku.
Aku langsung mandi dan terus kekaMari ayahku. Saat itu seluruh pakaianku kutanggalkan dan hanya menggunakan kain sarung milik ayah untuk menutup tubuhku. Biasanya dikampung ini, melilit tubuh dengan sarung sudah jadi tradisi tiap wanitanya.
“Sekarang berbaring diranjang itu ya sayang, ayah ambilkan minyak kelapa dulu,” ayahku memandangi tubuhku dengan senyuman, lalu meninggalkanku sendirian dikaMari, aku pun menunggunya sambil berbaring diranjang. Tak lama kemudian ayah datang membawa sebotol kecil minyak kelapa.
“Memang susah anak muda sekarang, nggak perhatian sama istrinya,” ayahku bicara sendiri ketika duduk ditepi ranjang.
“Iya, untung saya masih punya ayah yang perhatian ya yah,” kataku.
Tangan ayah segera menyibak kain yang kukenakan dibagian atas, sehingga susuku tanpa pembungkus bebas terlihat. Tetapi aku sama sekali tak risih karena sejak kecil sampai gadis pun aku sering dilihat mandi telanjang oleh ayah. JeMarii ayah yang kasar mulai mengusapi perutku dengan minyak kelapa, sesekali tangannya memijit bagian perutku.
“Tuh kan? Posisi bayimu agak turun, kamu sering merasa sakit ya?” ayah bertanya sambil tangannya terus memijiti perutku.
“He-eh yah.., sering capek juga kakinya,” jawabku menikmati pijitan ayah.
“Ya sudah, nanti ayah pijitin seluruh badanmu ya,” ayah mengatakan itu, lalu pijitannya pindah kebetisku, pijatannya bergantian betis dan perut.
Sambil dipijit, aku dan ayah tetap ngobrol, mulai masalah harga ikan yang sedang turun, sampai masalah masa lalu ayah dengan ibuku.
“Uhh.. sakit yah,” aku agak berteriak saat merasakan sakit dibagian perut saat tangan ayah memijit.
Ayah menghentikan pijitannya, tetapi tangannya tetap berada diatas perutku.
“Ini ya yang sakit Mari? Wah.. ini bisa bahaya, kalau dibiarkan nanti anakmu bisa cacat lho kalau lahir,” kata ayah dengan raut wajah serius.
“Cacat? Jadi gimana dong yah, Mari nggak mau punya anak cacat,” aku takut sekali waktu itu, takut menanggung malu jika kelak melahirkan anak yang tak normal.
Ayah tak langsung menjawab pertanyaanku, ia kelihatan sedang berpikir, tapi kemudian tersenyum.
“Bisa kok ayah obatin, tapi ayah harus siapin obatnya dulu ya,” ayah kemudian meninggalkanku sendirian dalam kaMari. Tak lama ayah datang lagi dan membawa baskom plastik berisi air dan beberapa kembang kenanga.
Ayah kemudian menjelaskan padaku bahwa ia akan mengobati kehamilanku dengan pengobatan tradisional.
“Tapi ayah harus masukan air kembang ini kedalam rahimmu sayang, kamu bisa tahan sakit sedikit kan?” ayah mengatakan itu dengan sangat meyakinkan.
Semula aku ragu, apalagi ayah bilang kalau dia akan memasukan air kembang itu dengan cara menyemburkannya divaginaku. Tetapi keraguanku pupus setelah ayah berkali-kali meyakinkanku. Sampai sekarang pun aku tak tahu pasti apa kata ayahku itu benar atau hanya sekedar akal bulusnya saja. Tetapi yang jelas, saat itu aku menurut saja ketika ayah menyingkap sarung yang kukenakan dibagian bawah dan meminta aku mengangkangkan kaki dalam posisi terlipat, seperti posisi wanita yang hendak
bersenggama dengan lelaki. Ayah sendiri naik keranjang dengan posisi bersimpuh dihadapan kangkangan kakiku. Terus terang aku malu dan kikuk menyadari betapa vaginaku terpampang jelas tanpa penghalang didepan mata ayahku.
“Kamu tenang saja ya sayang, tidak lama kok,” katanya, lalu meneguk air kembang dalam baskom dan menampung dalam mulutnya yeng menggelembung.
Aku sangat penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya, apalagi saat kepala ayah mulai merunduk melewati dua pahaku, mendekati vaginaku yang tak terbungkus CD. Beberapa detik kemudian kurasakan dingin mejalar dipermukaan kemaluanku, rupanya ayah sudah menyemburkan air dalam mulutnya tepat kevaginaku. Yang kurasakan selain dinginnya air kembang, juga perasaan geli dibagian vitalku. Ayah mengulangi lagi meneguk air itu dan menyemburkan ke vaginaku, beberapa kali. Hal itu menimbulkan perasaan tak menentu padaku, geli, dingin bercampur enak.
“Gimana Mari, sudah agak membaik rasa sakitnya?” ayah bertanya padaku.
Namun belum sempat kujawab tangan kanan ayah tiba-tiba membelai vaginaku.
“Sabar ya, ayah harus pastikan air kembang itu masuk sampai kerahimmu,” katanya, sambil tangannya terus mengusapi bibir vaginaku.
Usapan tangan ayah divaginaku yang sudah basah terkena air kembang membuat sensasi tersendiri kurasakan, aku pun tak bisa berkata-kata lagi karena mendadak lemas seluruh sendi tubuhku.
“Uhh yahh.. sudah yah.., Mari nggak bisa tahan geliinya,” bibirku meminta ayah menghentikan aksi usapnya, tetapi kedua tanganku tak menahan tangan ayah yang aktif, tetapi tanganku justru meremasi sprei ranjang kanan dan kiri.
“Disini ya sayang yang geli itu,” ayah bertanya sambil jempol kanannya menekan klitorisku dan menguyak-nguyak benda sensitifku itu memutar kecil.
“Nnnghh.. iya yah.. geli sekali disituhh,” nafasku mulai tersengal menahan geli yang nikmat dibawah usapan jempol ayah dibagian klitorisku.
Rasa gatal yang sangat kurasakan dipucuk-pucuk kedua susuku yang putingnya sudah mengembang pertanda birahi yang kualami.
Ayah meneruskan aktifitasnya mengusapi klitorisku dengan jempolnya, usapan itu perlahan melemah dengan posisi jempol beranjak menjauh dari klitorisku. Saat itu aku sudah sangat terangsang oleh ayah, pinggulku kini yang naik mengejar jempol ayah agar tak meninggalkan klitorisku. Aku menggelepar dengan napas sudah sangat tidak beraturan lagi, pikiranku sudah melayang dan tak ingat lagi bahwa yang merangsangku adalah ayahku sendiri. Tapi disaat aku sudah sangat terangsang seperti itu, ayah justru menghentikan aktifitasnya di klitorisku. Pinggulku yang tadinya sedikit mengangkat mencari jempol ayah langsung terjerembab lagi, aku terpejam menahan gejolak yang berkecamuk ditubuhku.
“Auhh yahh, kenapa?” tanyaku agak kecewa, tapi mendadak malu saat ayah menatapku, malu karena aku seperti meminta hal yang lebih dari ayahku.
“Mari.. sepertinya air kembang itu tidak masuk benar dalam rahimmu. Ayah ulangi semburannya ya,” kata ayahku.
“Yah.. sudah saja ya, Mari.. nggak tahan gelinya,” pintaku, tapi anehnya tubuhku tetap berbaring seolah tak ingin menjauhi ayah.
Ayah tak menjawab permintaanku dan kembali meneguk air kembang lalu ditampung dimulutnya. Aku memejamkan mata saat kepala ayah kembali tunduk mendekat ke pangkal pahaku. Aku kembali merasakan dingin di permukaan vaginaku saat ayah mulai menyemburkan air kembang, tapi kali ini lain, setelah semburan itu aku merasa ada benda kenyal nan lembut menyapu permukaan
vaginaku. Kupikir itu jeMarii tangan ayah, tetapi tidak, itu bukan tangan, benda bertekstur lembut, hangat, dan kenyal itu adalah lidah ayah. Ya, ayah mengusapi tepatnya menjilati permukaan vaginaku dengan lidahnya.
“Ihh.. mmpphh yaahh, aauhh hhsstt,” aku tak kuasa menahan rasa nikmat dijilati ayah, terus terang sejak kawin dengan Mas Handi belum pernah aku diperlakukan seperti itu. Mas Handi selalu main langsung tembak, tanpa rangsangan lebih dulu sehingga selama ini aku sendiri belum pernah merasakan apa yang disebut kenikmatan orgasme. Jilatan ayah mulai meningkat, kini lidahnya justru sering menelusup belahan bibir vaginaku yang mulai banjir. Cairan bening kental dari vaginaku diseruput ayah seperti menyeruput kopi hangat dari gelasnya.
“Ngghhsstt.. yah.. Mari nggak bisa tahnn.. ouhh..” aku mulai menggelinjang tak menentu rasanya.
Namun disaat aku mulai melambung tinggi, ayah menghentikan lagi aktifitasnya di vaginaku, membuat aku menggelepar menahan birahiku sendiri.
“Mari.. ayah agak sulit masukan air kembang itu kerahimmu. Tahan sebentar lagi ya,” katanya.
“Yah.. cepetan ya, Mari nggak kuat lagi, geli sekali yah,” aku merasa semakin lemas karena birahiku dipermainkan seperti itu.
Saat itu aku berhayal seandainya Mas Handi ada tentu dialah yang akan memuaskanku dengan penisnya, karena aku merasa sudah siap betul dan ingin sekali untuk disetubuhi lelaki. Tapi pikiran itu kutepis, karena bukankah ayah yang sedang mengobati kandunganku? Aku tak berpikir bahwa ayah pun terangsang saat itu.
Tapi tak lama kemudian kurasakan nafas ayah kembali mendekati vaginaku, setelah meneguk air kembang yang hampir habis di baskom. Ayah tidak lagi menyemburkan air itu dengan berjarak dari vaginaku, tetapi bibir ayah langsung menempel dibibir vaginaku dan ia menyemburkan air itu. Kurasakan aliran air itu masuk hingga ke dinding rahimku, rasanya sama seperti saat Mas Handi menumpahkan spermanya ketika kami bersenggama. Setelah itu bibir ayah melumati bibir vaginaku, lidahnya mulai masuk dibelahan vaginaku membuat nikmat yang sangat dibagian sensitif itu, aku benar-benar kepayang dibuat ayah. Kini jeMarii tangan ayah turut menyibaki vaginaku, membukanya lebar dan lidahnya menyapu klitorisku dari atas kebawah dan sebaliknya dari bawah keatas.
“Ouhh.. yah.. suddhh yaahh, Mari mau kencingg rasanya ah..” seluruh sendiku terasa ngilu dan mengembang bersama kedutan kecil didinding vaginaku, aku hampir sampai puncak orgasmeku.
“Iya sayang, sudah selesai kok,” lagi-lagi ayah menghentikan aktifitasnya, tapi saat kubuka mata ternyata kali ini tubuh ayah sudah berada diatas tubuhku dengan bertopang pada dua tangannya.
“Yah.. kok ayah begitu? Ouhh yahh.. ahh,” belum habis kagetku karena ayah menindih, aku merasakan ada benda keras yang masuk ke vaginaku.
Ternyata ayah sudah melepaskan celananya dan penisnya yang tegang dimasukan ke vaginaku. Aku hendak berontak karena hal itu tabu dikampungku dan dimanapun, bukankah seorang ayah tak boleh melakukan itu pada anak perempuannya. Perang bathin kualami saat itu, aku ingin mendorong tubuh kekar ayahku tetapi aku sudah sangat lemas saat itu. Sementara dorongan birahiku ingin segera terpuaskan dengan senggama bersama lelaki.
“Oohhgg, Mari.. angap saja ayah Handi Mari.. ouhh ayahh nggak tahhann,” ayah tetap menindihku dan kini pinggulnya mulai naik turun diatas tubuhku membuat penisnya bebas keluar masuk diliang nikmatku yang sudah licin dan becek oleh cairanku sendiri.
“Nghhg.. aahsstt, yahh..” aku tak kuasa lagi menolak penis ayah yang mulai mengobati rasa gatal di vaginaku.
Dengan mata terpejam aku malah ikut menyambut goyangan ayah dengan goyangan pinggulku. Merasa aku tak melawan, ayah pun semakin liar menyetubuhiku, anak kandungnya. Kini sambil menggenjotku, bibir ayah menjelar menghisapi puting susuku, sehingga senggama kami sempurna dan kenikmatan yang kurasakan pun semakin tak tertara bila dibanding senggamaku bersama suami.
Sekalipun usia ayah sudah kepala enam, tetapi kondisi fisiknya masih kuat dan kurasakan penisnya pun masih normal dengan ukuran yang sedikit lebih besar dari punya Mas Handi.
“Yahh.. Marir mauu kencinghh yahh uuh..sstt,”
Sepuluh menit berlalu dalam senggama, kurasakan kenikmatan mulai mengumpul di pangkal pahaku, bongkahan pantatku, ujung-ujung jari kakiku, dan juga di liang nikmatku. Kedutan semakin terasa didinding vaginaku, dan akhirnya kurasakan kejang dibagian pinggul sampai kakiku, kakiku kemudian kugunakan untuk menjepit pinggul ayah dan menekannya agar lebih dalam penisnya bersarang di vaginaku. Tanganku memeluk tubuh berkeringat ayah, sementara kepalaku terangkat dengan bibir menyedok kulit dada ayah. Dalam kondisiku yang puncak itu, ayah masih menggejot penisnya beberapa kali sebelum akhirnya
ayaHPun mengejang dan mengerang diatas tubuhku.
“Ahhgg Mari.. ngghh,” ayah lalu lunglai dan berbaring disampingku yang juga lemas tak bertenaga. Tulangku seakan dicopoti saat itu, namun kuakui itulah kali pertama aku kepuncak nikmatnya senggama.
Malam itu aku tidur bersama ayahku dirumahnya, dan paginya kami seperti melupakan kejadian itu. Akupun pulang kerumah mertua pagi harinya, dan bersikap seperti biasa saat Mas Handi pulang melaut.
*****
Kejadian pertama bersama ayah, membuat aku agak malu untuk datang kerumah ayah lagi. Sudah dua minggu ini aku tidak menjenguk atau mengantarkan makanan untuk ayah. Entahlah, walau sebenarnya aku tak keberatan disetubuhi nikmat oleh ayah, tetapi aku malu kalau disangka ayah ingin mengulangi kenikmatan itu lagi.
Sore itu, sebelum Mas Handi melaut seperti biasa ia meminta jatah dilayani kebutuhan biologisnya. Sebagai istri kulayani suamiku semaksimal mungkin. Tapi seperti biasa juga, Mas Handi hanya memikirkan kepuasannya saja, dan sudah mengejang menyemprotkan air maninya sebelum aku merasa terangsang, apalagi orgasme.
“Mhh, aku sayang kamu Mari..” Mas Handi selalu mengatakan itu sambil mengecup keningku setiap kali usai menikmati klimaks diatas tubuhku, lalu ia mengenakan kembali pakaiannya dan meninggalkanku sendiri dikaMari, ia pun melaut bersama teman-temannya.
“Hati-hati Mas..,” hanya itu yang kuucapkan melepas pergi suamiku.
Aku tetap berbaring diranjang tanpa mengenakan kembali pakaianku, rasa kecewa terhadap suamiku tumpah lewat air bening yang meluncur ditepian mataku. Aku merasa tersiksa dua minggu ini setiap kali berhubungan intim dengan suamiku, tersiksa karena tak mendapatkan nikmat yang maksimal seperti yang kudapat dari ayahku. Setelah suamiku menhilang dibalik pintu, aku bangkit dan mengunci kembali pintu kaMari. Kembali berbaring diranjang tanpa busana, aku menghayalkan kenangan nikmat bersama ayah. Tak terasa tanganku mulai meremasi payudara sendiri, sambil membayangkan ada lelaki yang sedang mencumbuiku, aku pun menjelajahi bagian tubuh sensitifku sendiri. Malam itu aku mencapai orgasmeku dengan masturbasi sambil menghayalkan ayahku, lalu tertidur pulas.
Esoknya, pagi-pagi benar sebelum Mas Handi pulang melaut, aku menyiapkan makanan untuk kubawa kerumah ayah. Entahlah, aku ingin sekali kerumah ayah pagi itu.
“Eh kamu Mari.. ayah kira siapa,” kata ayah menyambut ketukan pintuku.
“Iya nih yah, bawakan ayah makanan,” aku menjawab tanpa mampu menatap mata ayah, aku malu dan jadi canggung pada ayahku sendiri.
Ayah kemudian menyuruhku masuk, dan seperti biasanya aku langsung kedapur untuk memindahkan makanan dirantang yang kubawa kepiring di dapur rumah ayahku.
“Gimana sayang, sudah nggak sakit lagi perutmu?” suara ayah menyapaku, dan aku agak terkejut ketika ayah tiba-tiba sudah mendekap tubuhku dari belakang sambil tangannya mengusapi perutku yang nampak sedikit membuncit dengan usia kehamilan 3 bulan.
“Eh ayah.. Mari sampai kaget. Kadang-kadang masih tuh yah, tapi agak membaik kok setelah dipijit ayah waktu itu,” aku bingung harus menjawab apa saat itu.
“Gimana kalau ayah pijit lagi? biar nggak sakit-sakitan perutmu itu,” nafas ayah tepat menghembusi tengkukku, membuat aku menahan geli dan merinding.
Sebelum aku menjawab, tangan ayah kurasakan membelai bongkahan pantatku dan mulai menyingkap naik bagian bawah daster yang kupakai pagi itu.
“Enghh ayah.. jangan lagi ah,” aku berusaha menepis tangan ayah dan kembali meneruskan kegiatanku merapikan piring di meja dapur ayah. Tapi tangan ayah seperti tak mau pergi, dari belakang itu ayah malah memasukan tangannya kebalik dasterku dan mengusapi bongkahan pantatku, sesekali meremasinya.
“Ya sudah, kalau nggak mau dipijitin dikaMari, ayah pijitin disini saja ya. Kamu kan bisa sambil rapikan piring itu,” ayah semakin berani menyusupkan tangannya kebalik CD ku, sehingga kini tangan kasarnya mengusapi pantatku tanpa penghalang. Saat tangan ayah langusng menyentuh kulit pantatku secara langsung, aku merasakan desiran aneh yang kemudian memacu libidoku.
Kucoba menahan desiran itu dan tetap merapikan makanan diatas meja dapur, tetapi aku tak lagi menepis aktifitas ayah, aku membiarkan ayah berbuat semaunya.
“Asshtt yah.. janganhh geli yah,” aku menggelinjang saat bibir ayah mengecup tengkukku, tapi aku tak mampu menghindarinya.
“Kamu merunduk diatas meja ya sayang, tenang saja.. supaya perutmu cepat sembuh, ayah pijitin sambil berdiri ya,” ayah menekan bahuku dari belakang sehingga posisi tubuhku merunduk dengan kedua tangan menopang dibibir meja.
Penasaran juga apa yang akan ayah lakukan, aku pun tak bisa menjawab selain mengikuti perintah ayah itu. Kini pekerjaan merapikan piring sudah tidak ada lagi, yang ada aku merunduk pasrah di meja itu, menunggu apa yang akan ayah lakukan selanjutnya. 


Pertempuran Ranjang Di Bogor

Pertempuran Ranjang Di Bogor Dengan Nada


Pertempuran Ranjang Di Bogor
Pertempuran Ranjang Di Bogor 

Bandar Ceme - Awalnya begini, waktu itu sekitar bulan Februari 2010, saya ingin mengunjungi teman lama saya di Bogor dengan kendaraan umum, saya sampai di kota yang menurut saya banyak menyimpan kenangan di masa lalu, sebab saya pernah merasakan kesegaran udara kota ini sekian tahun yang lalu. Oh ya, saya sekarang berumur 33 tahun, umur yang hampir matang dan saya pernah mengenyam pendidikan di kota ini selama hampir 6 tahun.
Sampai di Bogor saya bingung ingin kemana dulu sebab setelah sampai, ada rasa rindu di dada untuk mengetahui lebih lama tentang perubahan kota ini. Setelah berkeliling Kebun Raya saya merasa penat, akhirnya saya mampir ke pusat jajan di Mal Pasar Bogor. Pikiran saya menerawang jauh ke masa lalu, sambil berjalan saya mengamati banyak orang lalu lalang di sekitar mal tersebut.
Dalam hati mudah-mudahan ketemu teman, jadi kan enak bisa ada yang temani. Ketika saya menuju sebuah tempat duduk di pusat jajan saya berpapasan dengan seorang wanita, yah sekitar 25 tahun dengan berpakaian rapi seperti karyawati umumnya. Dengan tersenyum saya menyapa, “Hai,” masalahnya wanita itu telah tersenyum duluan dengan saya. Perlu diketahui saya memang kuper bila berhadapan dengan wanita, saya tidak berani bicara dahulu tanpa didahului.
“Rasanya saya pernah kenal dengan.. Mas..”
Wah saya dipanggil “Mas”, tapi tidak apa deh, dengan senyum lagi saya jawab,
“Dimana..”
Dengan sedikit basa-basi akhirnya saya perkenalkan diri saya dan saya ajak makan bersama, kebenaran saya sedang lapar, eh dia juga mau. Sambil menikmati makanan, saya banyak diam sebab saya takut, jangan-jangan saya dijebak oleh sesuatu yang saya tidak tahu kemudian saya diperas, pikiran tersebut selalu menghantui saya.
Tapi lama-kelamaan saya mulai memahami situasi. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Nada yang bekerja di salah satu perusahaan asuransi.
Dengan sedikit berhati-hati saya memberanikan diri untuk mengajak Nada untuk beristirahat, sebab dari pembicaraan antara saya dengan dia saya simpulkan Nada juga sedang sumpek pikirannya, dia sedang mencari luapan emosi yang mendera di hatinya. Dengan sedikit halus Nada menolak ajakan saya, sebab katanya dia takut saya berbuat jahat. Wah pikirannya sama dengan saya. Terus saya pikir lagi, mungkin wanita ini perempuan yang tidak benar (maaf.. WTS), tidak tahunya wanita benar-benar wanita karier, tapi belum menemukan karier yang jelas.
Dari gaya bicaranya Nada suka dengan saya, kemudian saya melanjutkan lagi diskusi sampai hampir sejam lebih. Dengan sedikit ragu saya ajak kembali, akhirnya dengan senyum dia menyetujui tapi dengan syarat, katanya bahwa saya jangan macam-macam. Wah saya jadi gemetar, tapi naluri seorang laki-laki normal saya katakan, saya tidak akan macam-macam apabila dia tidak mecam-macam juga.
Oke, sepakat kami menuju sebuah tempat di daerah pinggiran kota Bogor, tempatnya mendukung untuk sepasang yang sedang gundah gulana untuk mengemukakan perasaan yang lebih jauh. Saya pesan sebuah ruangan paviliun yang terdiri dari kamar mandi, kamar tidur dan ada teras di dalam dengan nuansa alami. Yah di situlah saya melanjutkan kisah cerita dari hati ke hati. Saya mendengarkan dengan sabar tapi sesekali saya berikan pandangan yang luas tentang arti hidup, mamang kata teman-teman saya, saya dapat memberikan rasa nyaman bila bicara, itu kata teman-teman saya (khususnya yang wanita) saya sendiri tidak merasa demikian, wah GR nih.
Kurang lebih setengah jam berlalu tanpa saya duga sambil bercerita Nada menangis sambil merapatkan kepalanya di lengan saya, wah saya jadi gerogi tapi saya tahan untuk terus memberikan dorongan moril. Tapi sekali lagi sebagai laki-laki normal saya tidak bisa menahan gejolak kelaki-lakian saya, saya usap rambutnya sambil membelai-belai, tak lama kemudian tangisnya reda. Kami saling berpandangan sekian detik.
Detik selanjutnya Nada memeluk erat tubuh saya, wah saya semakin tidak karuan dibuatnya. Dengan bisikan halus saya mengingatkan jangan macam-macam, terus Nada malah mempererat pelukannya dan berkata sepertinya kami memang sudah macam-macam, wah tantangan nih saya pikir. Saya balas pelukannya dengan sedikit perlahan-lahan dan saya kecup keningnya, dengan refleks Nada mencium bibir saya, yah saya layani dengan sedikit hati-hati, saya takut hatinya masih rapuh dan terbawa emosi saja.
Semakin lama ciuman kami semakin panas, saya mulai melakukan aksi menjalankan kewajiban sebagai seorang Bani Adam memberikan kenikmatan kepada seorang Bani Hawa. Dengan pasrah dibiarkannya buah dadanya saya usap-usap terus saya remas dengan sepenuh perasaan. Sedikit demi sedikit saya lepaskan baju kerjanya yang terdiri dari beberapa kancing. Akhirnya terlepas sudah baju dengan tangan kanan saya letakkan di atas meja sedang tangan kiri terus bergerilia antara “Gunung Sahari” hingga ke “Gunung Agung”.
Sementara lidah kami terus bergelora saling melilit sesamanya. Semakin ganas saja rupanya tanpa sedikit sabar kameja saya direnggutnya, saya maklum gelora nafsunya semakin naik, dia lepaskan bibirnya kemudian menjilat-jilat leher saya. Wah saya tidak tinggal diam, saya telusuri dengan lidah di balik telinga terus merayap ke leher dengan sedikit gigitan kecil, lalu saya kulum ujung payudaranya yang sedikit kecoklatan, semakin mengejang payudaranya.
Saya gigit-gigit kecil, “Ahh.. hh.. Mass.. tekann teruss..”
Tanpa saya sia-siakan, saya gotong tubuh setengah bugil ke atas tempat tidur dan saya rebahkan, kemudian saya lepas roknya, terlihatlah seonggok daging yang masih terlapisi sehelai bahan tipis yang tembus pandang. Saya terpana sejenak dengan pemandangan yang sangat indah yang susah dilukiskan dengan kata-kata. Terus saya buka perlahan-lahan sambil saya jilati dari pangkal paha sampai ujung kaki, saya buat Nada seperti mimpi. Tanpa saya perintah celana panjang saya dilepasnya hingga CD saya pun dilepaskan.
Wah “adik” saya itu rupanya sudah menggeliat dengan sangat elegans. Diusapnya dengan belaian halus sambil sesekali dipijit, “Aahh.. ahh,” saya melenguh semakin nafsu. Tiba-tiba dihisapnya ujung batang kemaluan saya, “Aahh.. ahh.. jangann!” dengan reflek saya angkat kepalanya, saya memang belum pernah dihisap kemaluan saya oleh siapapun. Saya takut kena penyakit, kata orang-orang pintar.
Tapi tindakan saya malah membuat matanya semakin syahdu, liar, nafsu, campur aduk. Ditepisnya tangan saya, dikulumnya lagi sambil bergerak maju mundur. Pikir saya, biarin deh saya yakin dia wanita bersih. Saya merasakan dunia ini berputar, “Nikmatt.. ahh.. ahh terus yang kencang sedotnya.. ahh.. ahh..” tangan saya terus meremas-remas rambutnya yang terurai bebas lepas seperti nafsu manusia bila lepas kendali. Samaikn lama ujung kemaluan saya berdenyut-denyut menandakan saya hampir klimaks.
Saya sadar, kemudian saya minta lepaskan untuk memberi peluang istirahat, dengan sedikit merenggangkan kedua pahanya, saya usap dengan jari tengah bibir kemaluannya yang sudah basah dengan lendir kewanitaan. “Ahh..” lenguhan panjang terdengar, saya teruskan dengan menjilati hutang kemaluan di sekitar liang kemaluan.
“Eehaacckk.. aahh.. aahh..” pantatnya digerakkan semakin liar dengan kedua tangan menyanggah tubuhnya. Sedikit saya gigit ujung klitorisnya dia bergelinjang hingga terlepas dari jangkauan lidah saya. Saya berusaha menghampiri lagi tapi.. “Maass.. jangan terusskan.. ahh..” sambil tangannya menggenggam batang kemaluan saya dan ditariknya menuju liang kemaluannya yang sudah siap untuk dimasuki benda tumpul.
Dengan susah saya tekan, tidak berhasil akibat licinnya landasan kemaluannya dan sempitnya lubang surganya. Tapi tanpa kehilangan kontrol akhirnya saya berhasil masuk, “Aahh.. ahh..” Saya diamkan beberapa detik di dalam kemudian saya gerakkan perlahan-lahan sambil meresapi kenikmatan yang ditimbulkan oleh gesekkan antara dua kutup yang saling membutuhkan. Sepuluh menit berlalu kami saling cengkram, saling gigit, saling goyang, dan seterusnya akhirnya saya berinisiatif untuk di bawah agar kenikmatan ada pada wanita.
Tanpa membuang waktu Nada menggerakkan pantatnya turun naik sambil berputar putar mencari titik kenikmatan yang sangat dasyat dengan beberapa gerakan tertentu. Saya merasakan Nada semakin nikmat bila pergerakan sedikit menekan ke arah samping kanan, mungkin disitulah letak syaraf yang sangat sensitip bahkan super sensitip untuk dinikmati oleh seorang wanita yang tengah dirasuki nikmat yang luar biasa. Suara kami saling bertalu seirama dengan gerakan yang semakin dasyat. “Aakhh..” dengan menghimpitkan kedua pahanya Nada melenguh dengan kencang dan kejang. Wah, sudah orgasme rupanya sang betina. Saya semakin nafsu dibuatnya.
Beberapa saat saya balikkan tubuhnya, saya tekan dengan kemaluan saya yang menurut ukuran sedikit di atas normal dan berurat-urat. Hal itu dikatakan oleh Nada sebelum kami bertempur tadi. Saya tekan dari belakang, “Aahhk..” saya pikir masuk ke liang dubur kok sempit sekali tapi tidak tahunya benar-benar di liang kemaluannya, yang konon katanya bila dimasukkan melalui belakang, dinding kemaluan semakin rapat sehingga dapat menyedot benda-benda yang ada di sekitarnya.
“Teruss.. teruss tekan.. ahkk,” tangan saya tak lepas dari pentil payudaranya. Semakin lama ujung kemaluan saya berdenyut keras, menandakan akan ada badai dasyat. Saya hentikan tekanan kemaluan saya dalam lubang kemaluannya. Saya balikkan lagi tubuhnya dengan sangat perlahan tapi pasti. Saya ambil bantal untuk mengganjal pantatnya yang seksi agar ruang gerak kemaluan saya dapat masuk ke lembah yang lebih dalam dan dasyat lagi.
Benar juga, setelah saya lepaskan “torpedo” saya, Nada bergelinjang sangat dasyat, “Ahhk.. ah.. akk.. Mass.. kamu kok.. hbff..” wah tidak ada kata-kata lagi yang dapat diucapkan secara normal. Begitu pula saya dengan sedikit sisa tenaga yang ada, saya tekan sekuat perasaan. Beberapa detik kemudian saya sadar akan bahaya bagi Nada.
bisikan beberapa kata, “Yang.. saya.. tumpahkan.. dimaanaa..” dengan tersenyum dan mata yang telah hilang hitamnya didekapnya saya sangat erat sambil berucap, “Te.. terussin.. Maass..” dengan ucapan demikian saya mempercepat gerakan tapi pasti, akhirnya..
“Aahhk.. aohh.. nnff.. ahh..”
“Crott.. crott.. crott.. crot..”
Saya dekap tubuhnya dengan sangat erat, saking dasyatnya permainan ini hingga saya takut kehilangan momentum yang tidak pernah saya dapati ini.


Saya dan Nada saling peluk. “Terima kasih.. Mass.. karena telah.. memberikan semangat lahir dan batin,” sambil mengecup kening saya. Saya hanya tersenyum penuh arti. Akhirnya saya berpisah dan hingga saat ini saya tidak pernah bertemu lagi. Jika dipikir-pikir hal itu bagai mimpi, tapi itu kenyataan adanya. Sering saya melamun, akankah hal itu dapat terjadi lagi? jawabnya ada pada kenyataan alam. Oke, bagi rekan-rekan yang ingin mengoreksi atau mengomentari atau berteman atau lebih dari itu, saya hanya manusia biasa yang dapat menerima dengan ikhlas. Layangkan ke e-mail saya. Hanya orang dewasalah yang akan saya balas, terima kasih atas perhatiannya.