Berawal Dari Mencukur Bulu Jembut
Berawal Dari Mencukur Bulu Jembut |
Cerita Seks - Untuk membentuk agar bulu kemaluanku tumbuh dengan rapih, suatu hari
timbul niat isengku untuk mencukur total. Kusiapkan alat-alat dahulu sebelum
kumulai aksinya. Mulai dari gunting, kaca cermin, lampu duduk, dan koran bekas
untuk alas agar bekas cukuran tidak berantakan kemana-mana. Kupasang cermin
seukuran buku tulis tepat di depan kemaluanku untuk melihat bagian bawah yang
tidak terlihat secara langsung. Tidak lupa pula kunyalakan lampu duduk di
antara selangkanganku. Kumulai pelan-pelan, kugerakkan pisau cukur dari atas ke
bawah.Baru mulai aku menggoreskan pisau cukur itu, aku dengar suara langkah
masuk ke kamarku, segera aku lihat bayangan di kaca buffet, tidak jelas benar,
tapi aku bisa menebaknya bahwa dia adalah si Eno, kemenakan dari ibu kost.Aku
bingung juga, mau membereskan perangkat ini terlalu repot, tidak sempat. Memang
aku melakukan kesalahan fatal, aku lupa mengunci pintu depan ketika kumulai kegiatan
ini. Akhirnya dalam hitungan detik muncul juga wajah si Eno ke dalam kamarku.
Dalam waktu yang singkat itu, aku sempat meraih celana dalamku untuk menutupi
kemaluanku. Sambil meringis berbasa-basi sekenanya."He... he... ada apa
En..?" sapaku gelagapan."Eh, Mas Adi lagi ngapain..?" kata Eno
yang nampaknya juga sedang menyembunyikan kegugupannya.Si Eno memang akrab
dengan saya, dia sering minta bimbingan dalam hal pelajaran di sekolahnya.
Khususnya pada mata pelajaran matematika yang memang menjadi kegemaranku. Eno
sendiri masih sekolah di SMU. Berkata jorok memang sering kami saling lakukan
tetapi hanya sebatas bicara saja. Apalagi Eno juga menanggapinya, dengan
perkataan yang tidak kalah joroknya. Tapi hanya sebatas itulah.Kembali pada
adegan tadi, dimana aku tengah kehabisan akal menanggapi kehadirannya yang
memergokiku sedang mencukur bulu kemaluan. Akhirnya kubuka juga kekakuan
ini."Enggak apa-apa En, biasa... kegiatan rutin.""Apaan
sih..?""Eno sudah berusia 17 tahun belum..?""Emangnya
kenapa kalau udah..?" kata Eno masih berdiri dengan canggung sambil terus
menatapku dengan serius."Gini En, aku khan lagi nyukur ini nih, aku minta
tolong kamu bantuin aku. Soalnya di bagian ini susah nyukur sendiri..."
kataku sambil kuulurkan pisau cukur padanya."Mas Adi, ih..!" tapi ia
terima juga pisau cukurnya, sambil duduk di dekatku.Aku angkat celana yang tadi
hanya kututupkan di atas kemaluanku."Eno tutup dulu pintunya yach
Mas..?"Dia menutup pintu depan dan pintu kamar. Sebenarnya masih ada pintu
belakang yang langsung menuju ke dapur rumah induk. Namun pada jam segini aku
yakin bahwa tidak ada orang di dalam. Selesai Eno menutup pintu, dia agak kaget
melihat kemaluanku terbuka, sambil menutup mulutnya ia meminta agar aku
menutupnya."Tutup itunya dong..!" katanya dengan manja.Aku katupkan
kedua pahaku, batang kemaluanku aku selipkan di antaranya, sehingga tidak
terlihat dari atas, sedangkan bulunya terlihat dengan jelas."Nah begini
khan nggak terlihat..." kataku, dan Eno nampaknya setuju juga.Eno
ragu-ragu untuk melakukannya, namun segera aku yakinkan."Nggak apa-apa En,
kamu khan sudah 17 tahun, berarti sudah bukan anak-anak lagi, lagian khan cuman
bulu, kamu juga punya khan, udah nggak apa-apa. Nanti kalau aku sakit, aku
bilang deh..""Bukannya apa-apa, aku geli hi.. hi.." sambil
cekikikan.Dengan super hati-hati dia gerakkan juga pisau cukur mulai menghabisi
bulu-bulu kemaluanku. Karena terlalu hati-hatinya maka ia harus melakukannya
dengan berulang-ulang untuk satu bagian saja.Sentuhan-sentuhan kecil tangannya
di pahaku mulai mEnombulkan getaran yang tidak bisa kusembunyikan. Dan ini
membuat kemaluanku semakin tegang, tidak hanya itu, hal ini juga menyebabkan
siksaan tersendiri. Dengan posisi tegang dan tercepit di antara pahaku
menjadikan kemaluanku semakin pegal. Sampai akhirnya tidak bisa kutahan,
kukendorkan jepitan kedua pahaku, sehingga dengan cepat meluncurlah sebuah
tongkat panjang dan keras mengacung ke atas menyentuh tangan Eno yang masih
sibuk mempermainkan pisau cukurnya.Begitu tersentuh tangannya oleh benda kenyal
panas kemaluanku, dia kaget dan hampir berteriak."Oh, apa ini Mas..? Kok
dilepas..?" katanya gugup ketika menyadari bahwa batang kemaluanku lepas
dari jepitan dan mengarah ke atas."Iya En. Habis nggak tahan. Nggak
apa-apa deh, dihadapan cewek harus kelihatan lebih gagah gitu..""Mas
Adi sengaja ya..?""Suer.., ini cuma normal."Eno masih
memperhatikan kemaluanku yang sudah besar dan kencang dengan wajah yang sulit
digambarkan. Antara takut dan ingin tahu. Lalu dia raih kain yang ada di
dekatku untuk menutupinya."Kenapa ditutup En..?""Aku takut, abis
punya Mas Adi besar banget.""Emangnya Eno belum pernah melihat
kemaluan laki-laki..?" tanya saya.Eno diam saja, tapi digelengkan
kepalanya dengan lemah."Ayo deh diteruskan," bisikku.Kali ini Eno
menjadi super hati-hati mencukurnya. Mungkin takut tersentuh kemaluanku.
Sedangkan aku sangat ingin tersentuh olehnya. Tapi aku khawatir dia semakin
takut saja. Akhirnya kubiarkan saja dia menyelesaikan tugasnya dengan caranya
sendiri.Akhirnya harapanku sebagian terkabul juga. Ketika Eno mulai mencukur
bulu bagian samping kemaluanku, mau tidak mau dia harus menyingkirkan
kemaluanku."Maaf ya Mas..!" dengan tangan kirinya ia mendorong
kemaluanku yang masih tertutup kain bagian atasnya ke arah kiri, sehingga
bagian kanannya agak leluasa. Untuk lebih membuka areal ini, aku rebahkan
tubuhku dan kubentangkan sebelah kakiku.Eno dengan sabar memainkan pisau
cukurnya membersihkan bulu-bulu yang menempel di sekitar kemaluanku, nafasnya
mulai memburu, dan kutebak saja bahwa dia juga sedang horny. Walaupun masih
dengan ragu-ragu dia tetap memegang kemaluanku. Didorong ke kiri, ke kanan, ke
atas dan ke bawah. Aku hanya merasakan kEnokmatan yang luar biasa. Tanpa
kusadari kain penutup kepala kemaluanku sudah tersingkap, dan ini nampaknya
dibiarkan saja oleh Eno, yang sekali-kali melirik juga ke arah kepala
kemaluanku yang mulus dan besar itu.Lama-kalamaan, Eno semakin terbiasa dengan
benda menakjubkan itu. Dengan berani, akhirnya dia singkapkan kain yang menutup
sebagian kemaluanku itu. Dengan terbuka begitu, maka dengan lebih leluasa dia
dapat menyantap pemandangan yang jarang terjadi ini. Aku diam saja, karena aku
sangat menyukainya serta bangga mendapat kesempatkan untuk mempertontonkan
batang kemaluanku yang lumayan besar."Udah bersih Mas..."Kulihat
kamaluanku sudah pelontos, gundul. Wah, jelek juga tanpa bulu, pikirku."Di
bawah bijinya udah belum En..?" aku pura-pura tidak tahu bahwa di daerah
itu jarang ada bulu.Lalu dengan hati-hati ia sigkapkan kedua bijiku ke atas.
Uh, rasanya enak sekali."Udah bersih juga Mas..." ia
mengulanginya.Katanya datar saja. Menandakan bahwa hatinya sedang ada kecamuk.
Aku tarik lengannya, dan dengan sengaja kusenggol payudaranya, dan kukecup kEnongnya."Terima
kasih ya En..!"Tanpa kusadari, sejak dia memberanikan diri mencukur bulu
kemaluanku tadi, buah dadanya yang berukuran sedang terus menempel pada
dengkulku. Begitu kukecup kEnongnya, dia diam saja, mematung sambil menundukkan
mukanya. Lalu kuangkat dagunya dan kucium bibirnya, kupeluk sepuas-puasnya.
Keremas paudaranya dan nafasnya makin memburu. Aku raih kemaluannya tapi dia
diam saja, kuselipnkan satu jarinya dari sela-sela celana dalamnya. Wah,
ternyata sudah basah bukan main. Namun Eno segera terkejut, dan melepaskan diri
dariku. Disun pipiku, dan dia segera lari ke rumah induk lewat pintu
belakang.Aku benar-benar puas, kupandangi tampang kemaluan gundulku yang masih
tegak."Suatu saat nanti engkau akan mendapat bagiannya..." kataku
dalam hati.Sejak peristiwa itu, kami memang tidak pernah bertemu dua mata dalam
suasana yang sepi. Selalu saja ada orang lain yang hilir mudik di kamarku.
Sampai akhirnya liburan datang dan kami semua masing-masing pulang kampung
untuk beberapa waktu. Liburan sekolah sudah selesai, Eno sudah datang lagi
setelah berlibur ke rumah orang tuanya di Tabanan, Bali. Begitu juga aku yang
datang sebelum masa kuliahku dimulai.Waktu itu hujan deras. Eno masih berada di
kamarku (suasananya sepi karena tidak ada orang sama sekali, termasuk di rumah
induk) untuk minta bimbingan atas pelajarannya. Begitu selesai, Eno
menyandarkan tubuhnya ke dadaku sambil berkata."Mas, itunya sudah tumbuh
lagi belum..? Hi... hi..." sambilnya ketawa cekikikan."Oh, itu..?
Lihat aja sendiri." sambil kupelorotkan celana pendekku sampai lepas, dan
kemaluanku yang masih lunglai menggantung."Mas Adi ih, ngawur..."
katanya.Tapi walaupun demikian, ia santap juga pemandangan itu sambil
menyibakkan sebagian T-Shirt-ku yang menutupi daerah itu. Bulu-bulu yang sudah
rapih memenuhi lagi sekitar kemaluanku, segera terlihat dengan jelas."Nah,
begitu khan lebih oke..." katanya."Aku kapok En, nggak mau nyukur
plontos lagi.""Kenapa Mas..?""Waktu mau numbuh. Bulunya
tajam-tajam dan itu menusuk batangku.""Habis Mas Adi sukanya macem-macem
sih..!" sambil terus memandang kemaluanku yang masih tergantung lunglai,
"Mas, kok itunya lemes sih..?""Iya En, sebentar juga gede, asal
diusap-usap biar seneng.""Ah Mas Adi sih senengnya enak
terus."Walaupun berkata seperti itu, mau juga Eno mulai memegang
kemaluanku dan digerak-gerakkan ke kanan dan ke kiri. Membuat batang kemaluanku
semakin besar, keras dan mengacung ke atas. Eno makin menyandarkan kepalanya ke
dadaku. Dan langsung saja saya peluk dia, sedemikian rupa hingga payudaranya
tesentuh tangan kiriku. Rupanya Eno tidak pakai BH, sehingga kekenyalan
payudaranya langsung terasa olehku. Kupermainkan payudaranya, aku pencet,
menjadikan Eno terdiam seribu bahasa tetapi nafasnya semakin cepat. Demikian
pula Eno dengan hati-hati memainkan kemaluanku, masih terus dibolak-balik, ke
kanan dan ke kiri.Aku cium bibir Eno, dan dia menanggapinya dengan tidak kalah
agresifnya. Barangkali inilah suatu yang ditungu-tunggu. Aku lepas blouse-nya,
dan payudaranya yang masih kencang dan mulus dengan putingnya yang kecil
berwarna coklat muda segera terpampang dengan jelas. Karena tidak tahan, aku
langsung menciuminya. Hal ini menjadikan Eno semakin menggeliatkan tubuhnya,
tandanya dia merasa nikmat. Aku ikuti dia ketika dia mambaringkan tubuhnya di
tempat tidur. Aku hisap-hisap putting payudaranya, sementara rok dan celananya
kupelorotkan. Eno setuju saja, hal ini ditunjukkan dengan diangkatnya pantat
untuk memudahkanku melepaskan pakaian yang tersisa.Begitu pakaian bagian bawah
terlepas, segera tersembul bukit mungil di antara selangkangannya, rambutnya masih
jarang, nyaris tidak kelihatan. Sekilas hanya terlihat lipatan kecil di bagian
bawahnya. Pemandangan ini sungguh membuat nafsuku semakin memuncak. Begitu
kuraba bagian itu, terasa lembut. Makin dalam lagi barulah terasa bahwa dia
sudah banyak berair. Eno masih merem-melek, tangannya tidak mau lepas dari
kemaluanku. Begitu pula ketika kulepas pakaianku. Tangan Eno tidak mau lepas
dari alat vitalku yang semakin keras saja.Begitu aku sudah dalam keadaan bugil,
aku kembali mempermainkan kemaluannya, ketika jari tengahku mau memasuki
vaginanya yang sudah banjir itu. Pinggulnya digoyangkannya tanda mengelak, aku
hampir putus asa.Tetapi kudengar suara manjanya, "Jangan pakai tangan Mas.
Pakai itu saja." sambil menarik-narik alat vitalku ke arah vaginanya.Aku segera
mengambil posisi. Tangan lembutnya membimbingnya untuk memasuki arah yang
tepat. Kugosok-gosokkan sebentar di bibir vaginanya yang berlendir itu. Rasanya
nikmat sekali. Setelah kurasa tepat berada di ambang lubangnya, aku dorong
sedikit, agar bisa memasukinya. Tapi nampaknya tidak mau masuk. Aku coba sekali
lagi, tidak mau masuk juga."Kamu masih perawan En..?" akhirnya aku
tanya dia.Diantara jelita dan wajahnya yang sudah seperti tidak sadar itu, aku
lihat kepalanya menggeleng dan itu adalah suatu jawaban.Usaha menembus lubang kEnokmatan
itu aku tunda dulu. Operasiku berpindah dengan memagut-magut seluruh tubuhnya. Eno
semakin terengah-engah menerima perlakuanku. Erangan-erangan yang terkesan liar
semakin membuatku bernafsu. Aku kecup putingnya, perutnya, dan pahanya. Ketika
aku mengecup pahanya, sepintas aku lihat vaginanya menganga, semburat warna
merah tua yang licin sungguh menarik perhatianku. Jilatanku makin dekat ke arah
vaginanya. Begitu lidahku menyentuh bibir kemaluannya, Eno berteriak kelojotan
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku semakin bersemangat
menjilatinya.Setelah kurasa jenuh, dan kehabisan variasi menjilati vaginanya.
Kembali kuarahkan kemaluanku ke arah barang yang paling dilindungi wanita ini.
Kembali tangan Eno membimbing kemaluanku. Setelah tepat di depan gerbang kEnokmatan,
aku dorong sedikit."Bless..."Kepala kemaluanku bisa masuk sedikit, Eno
meringis, tapi terus menekan bokongku. Maksudnya, jelas agar aku masuk lebih
banyak lagi. Aku dorong lagi, tetapi lubangya terlalu sempit. Walaupun hanya
kepala saja yang masuk, tetapi aku berusaha memaju-mundurkan, agar gesekan yang
nekmat itu terasa. Setelah beberapa kali aku memaju-mundurkan, sekali lagi aku
dorong lebih dalam lagi. Berhasil..! Kini kemaluanku sudah sepertiga berada di
dalamnya. Aku berusaha sabar, aku gerakkan maju mundur lagi. Setelah beberapa
kali, aku mendorong lagi. Begitulah kulakukan berulang-ulang sampai semua
kemaluanku tertelan dalam remasan vaginanya. Kudiamkan untuk sesaat di dalam,
kurasakan denyutan-denyutan yang sangat nikmat yang membuat seluruh tubuhku
mengejang. Kugerakkan lagi bokongku dengan arah maju-mundur. Tanpa kusangka, Eno
menjerit sambil mengejang."Terus Mas... terus Mas... aku sampaaiii...
ouh... ouh..." jeritan itu lumayan keras.Aku segera tutup mulutnya dengan
bibirku. Bersamaan dengan itu, kemaluanku terasa diremas-remas. Ujung
kemaluanku seakan menyentuh dinding yang membuatku merasa geli bukan main.
Akhirnya aku tidak tahan juga untuk mengeluarkan spermaku ke dalam liang
kewanitaannya. Beberapa semprotan agaknya semakin menjadikan Eno semakin liar
dan semakin meregangkan tubuhnya. Kami orgasme bersama-sama, dan itu sangat
meletihkan. Dan aku tidak ingin cepat-cepat melupakan fantasi yang hebat itu.
Kami tertidur untuk beberapa waktu.Begitu aku bangun, rupanya Eno sudah tidak
ada. Yang ada hanyalah secarik kertas menutupi kemaluanku dengan tulisan,
"YOU ARE THE GREAT".Sejak saat itu, kami selalu melakukannya secara
rutin dua minggu sekali, paling lama sebulan sekali. Namun tidak melakukan di
rumah tetapi kubawa ke hotel di luar kota secara berganti-ganti yang
kemungkinan kecil untuk diketahui oleh orang yang kami kenal. Sampai akhirnya,
kami berpisah. Aku lulus dan diterima kerja di luar kota. Eno kuliah di kota
yang jauh sekali dari tempatku berada. Kalau ia membaca tulisan ini, maka ia
akan bersyukur karena namanya sudah aku samarkan. Sekedar untuk mengingatkan
saja ketika kami begituan, kemaluannya kujuluki TEMBEM. Dan ia menyebut
kemaluanku dengan julukan TOLE
0 komentar:
Posting Komentar