Sebagai Pengganti Hutang, Kunikmati Tubuh Istri Temanku

Sebagai Pengganti Hutang, Kunikmati Tubuh Istri Temanku

Sebagai Pengganti Hutang, Kunikmati Tubuh Istri Temanku
Sebagai Pengganti Hutang, Kunikmati Tubuh Istri Temanku

Bandar Ceme - Aku sebenarnya tidak tega menagih utang pada kawanku yang satu ini. Namun, karena keadaanku juga sangat mendesak, aku memberanikan diri dengan harapan temanku bisa membayar; minimal separuhnya dulu. Sayang sekali, Narta, kawanku yang baru menikah enam bulan yang lalu ini, tak bisa membayar barang sedikit pun. Memang aku mengerti keadaannya. Ia menikah pun karena desakan orang tua Mita, yang kini jadi istrinya. Narta sendiri, sampai saat ini belum punya pekerjaan.

Karena hari sudah larut, aku tahu diri, segera permisi pada Narta.

"Gua jadi enggak enak nih.."
"Sudahlah Ta. Gua gak apa-apa koq. Gua cuma nyoba aja, barangkali ada," aku menukasnya, takut membuatnya jadi beban pikiran.
"Ma, gua mau bisikin sesuatu..' tiba-tiba Narta mendekatkan mulutnya ke arah telingaku. Dan aku benar-benar terkejut, ketika Narta menawarkan istrinya untuk kutiduri.
"Gila lu.. Sialan.." ucapku.
"Sstt.. Jangan berisik. Gua juga kan ingin balas budi sama elu. Soalnya elu udah banyak berbuat baik sama gua. Gak ada salahnya kan, kalau kita saling berbagi kesenangan.." begitulah ucap Narta dengan serius.

Memang diam-diam sudah sejak lama aku selalu memperhatikan Mita. Bahkan aku pun memuji Narta, bisa mendapatkan gadis secantik Mita. Selain posturnya yang tinggi, Mita memiliki kulitnya yang putih dan mulus. Tubuhnya menggairahkan. Memang selalu terbungkus rapat, dengan baju yang longgar. Namun aku dapat membayangkan, betapa kenyalnya tubuh Mita.

Baru melihat wajah dan jemari tangannya pun, aku memang suka langsung berpantasi; membayangkan Mita jika berada di hadapanku tanpa busana. Lalu Mita kugumuli dengan sesuka hati. Namun untuk berbuat macam-macam, rasanya kubuang jauh-jauh. Karena aku sangat tahu, Mita itu orang baik-baik, dan keturunan orang baik-baik pula. Lihat saja penampilannya, yang selalu terbungkus sopan dan rapi.

"Lu serius, Ta? Bagaimana dengan Mita? Apa dia mau?" aku pun akhirnya mulai terbuka.
"Kita pasang strategi, donk! Kalau secara langsung, jelas istri gua kagak bakalan mau," jawabnya.
"Gimana caranya?" aku penasaran.

Narta kembali membisikan lagi rencana gilanya. Aku memang sangat menginginkan hal itu terjadi. Sudah kubayangkan, betapa nikmatnya bersetubuh dengan perempuan aduhai seperti Mita.

"Mita..! Mita..! Mitaa..!" Narta memanggil istrinya.

Dan tanpa selang waktu lama, Mita ke luar dari dalam kamarnya dengan dandanan yang tetap rapat.

"Ada apa, Bang?" tanya Mita.
"Tolong belikan rokok ke warung..!" kata Narta sambil merogoh uang ribuan ke dalam sakunya.
"Baik, Bang," Mita menerima uang itu, lalu ke luar.

Narta segera menyuruhku masuk ke dalam kamarnya, seraya masuk ke kolong ranjang. Aku mau saja, berbaring di tembok dingin, di bawah ranjang. Lalu Narta ke luar lagi. Pintu kamar, tampak masih terbuka.

Tidak lama kemudian, terdengar suara Mita yang datang. Mereka bercakap-cakap di ruang tamu. Dan Narta mengatakan kalau aku sudah pulang, karena ada ditelepon sama bos-ku. Mita kedengarannya tidak banyak tanya. Dia tak terlalu mempedulikan kehadiranku. Hingga suara pintu yang dikunci pun, bisa terdengar dengan jelas.

Kulihat dua pasang kaki memasuki kamar. Pintu ditutup. Dikunci pula. Bahkan termasuk lampu pun dimatikan, sehingga mataku tak melihat apa-apa lagi. Yang kudengar hanya suara ranjang yang berderit dan suara kecupan bibir, entah siapa yang mengecup. Lalu ada juga yang terdengar suara seleting celana, dan nafas Mita yang mulai tak beraturan. Pluk, pluk, pluk.. Sepertinya pakaian mereka mulai dilemparkan ke lantai, satu persatu.

"Emh.. Ah.. Uh.. Oh.." Jelas, itu suara milik Mita.
"Euh.. He.. Euh.." nah kalau itu, suara Narta.

Tampaknya mereka sudah mulai bercumbu dengam hebatnya. Ranjang pun sampai bergoyang-goyang begitu dahsyat.

"Emh.. Akh.. Ayo Bang.. Aduuh ss.." suara Mita membuat nafasku bergerak lebih kencang dari biasanya.

Aku bisa merasakan, Mita sedang ada dalam puncak nafsunya. Aku sudah tidak tahan mendengar suara dengusan nafas kedua insan yang tengah memadu berahi ini. Hingga aku mulai membuka celanaku, bajuku dan celana dalamku. Aku sudah telanjang bulat. Lalu aku bergerak perlahan, ke luar dari tempat persembunyian, kolong tempat tidur.

Meski keadaan sangat gelap, namun aku masih bisa melihat dua tubuh yang bergumul. Terutama tubuh Mita, yang putih mulus. Narta sudah memasukan penisnya, dan sedang memompanya turun naik, diiringi desahan nafas yang tersengal-sengal. Konvensional. Mita sepertinya lebih menikmati berada di posisi bawah, sambil kedua tangannya memeluk erat tubuh Narta, dan kakinya menjepit pantat Narta. Aku mulai tidak tahan.

Tiba-tiba Narta semakin mempercepat pompaannya. Ranjang bergoyang lebih ganas lagi. Dan suara erangan tertahan Mita semakin menjadi-jadi.

"Emh, emh, emh, emh.. Ah.. Oh.." Hanya itu yang keluar dari mulut Mita, karena mulutnya disumpal oleh mulut Narta. Dan akhirnya.
"Agh.. Agh..!" suara Narta mengakhiri pendakian itu.

Namun tampaknya Mita belum selesai. Terbukti, kakinya masih menyilang erat, mengunci paha Narta, agar tak segera mencabut penisnya. Tetapi apa hendak dikata, Narta sudah lemas. Ia tergolek dengan nafas yang lemah-lunglai.

Kesempatan inilah, saatnya aku harus masuk. Demikian yang direncanakan Narta tadi. Maka tanpa ragu lagi, aku segera melompat ke atas ranjang. Meraih tubuh Mita dan langsung menindihnya. Tentu saja Mita terpekik kaget.

"Siapa Kau..! Kurang ajar..! Pergi..! Ke luar..! jangan..! setaan..!" Mita berontak. Ia sangat marah tampaknya.
"Mita, aku punya hutang pada kawanku. Berilah ia sedikit kesempatan.." Narta yang menjawab, sambil mengelus rambutnya.
"Biadab..! Aku tidak mau..! Lepaskan..! *******..!" Mita mendorong tubuhku.

Namun karena nafsuku sudah memuncak, aku tak mungkin menyerah. Kutekan lebih keras tubuhnya, sambil tanganku berusaha menuntun agar penisku segera masuk. Mita tetap meronta. Mita berkali-kali meludahi mukaku. Tetapi aku diam-diam menikmatinya. Bahkan ludahnya malah kusedot dari bibirnya, dan kutelan.

Meskipun liang vagina Mita sudah licin, namun penisku tetap agak seret untuk segera menembusnya. Mila terpekik, ketika aku menekan dan memaksakannya sekaligus. Bles..! Akhirnya masuk juga. Kudiamkan beberapa saat, karena aku ingin mencumbu dulu bibirnya. Mita tetap berontak, sampai akhirnya kehabisan tenaga. Akhirnya ia hanya diam.

Kurasakan ada air mata yang mengalr dari kedua kelopak matanya. Tetapi aku semakin bernafsu. Kuremas-remas payu daranya yang ternyata memang cukup besar dan begitu kenyal. Lalu aku mulai memompa penisku. Mita terpekik kembali. Kasihan juga, aku melihatnya. Sehingga aku bergerak perlahan-lahan, sampai akhirnya vagina Mita bisa beradaptasi dengan penisku. Mita tidak bereaksi. Ia diam saja. Namun aku sangat menikmatinya.

Walaupun Mita diam, tentunya jauh lebih nikmat dari pada melakukannya dengan patung. Aku terus memompanya, sampai napasku mulai ngos-ngosan. Kucoba menyalurkan nafasku ke arah telinga Mita. Dan hasilnya cukup bagus. Lama kelamaan, di sela isakan tangisnya, diam-diam kurasakan vaginanya diangkat, seakan Mita ingin menerima hunjaman penisku lebih dalam. Tentu saja aku semakin bersemangat. Kupompa lebih cepat lagi. Tiba-tiba isakan tangisnya berhenti, diganti dengan nafasnya yang kian memburu. Dan yang lebih mengagetkan lagi, kakinya tiba-tiba mengunci pantatku. Aku tersenyum, sambil mencumbui telinganya.

"Kau menikmatinya, sayang?" bisikku.
"Diam..!" dia membentakku. Namun aku yakin, Mita hanya tidak mau mengakui kekalahan dirinya. Buktinya, ketika penisku kucabut, Mita menekan pantatku. Tangannya pun memeluk tubuhku, agar aku merapatkannya kembali.

Lalu ada suara erangan dari bibirnya yang tertahan. Bersamaan erangan itu, kedua kakinya semakin erat menekan pantatku. Dan vaginanya ditekan pula ke atas. Aku pun sangat terangsang. Hingga detik-detik akhir pun akan segera tiba. Kupeluk erat pula tubuh Mita. Kugenjot lebih cepat dan lebih keras. Sampai akhirnya tiba pada genjotan yang terakhir. Aku tekan sangat kuat. Kugigit pelan lehernya.

"Agh.. Agh.. Agh.." Maniku keluar di dalam vaginanya. Begitupun Mita.
"Akh.. Akh.. Akh.. Ss.." begitulah yang keluar dari mulut Mita.

Lalu kemudian Mita mendorong tubuhku dan seakan menyesali dan tak mau lagi bersentuhan denganku.

TAMAT~

0 komentar:

Posting Komentar