Aku Seorang Dokter Muda Yang Diperawani

Aku Seorang Dokter Muda Yang Diperawani
Aku Seorang Dokter Muda Yang Diperawani

Cerita Seks - Aku memandang smartphoneku untuk kesekian kalinya, masih tidak percaya dengan apa yang kulihat, sebuah foto yang sedang menampilkan diriku sedang menyusuri koridor rumah sakit tempat aku bekerja. Itu foto yang biasa saja sebetulnya, namun fakta bahwa foto itu diambil dan dikirim oleh 'dia yang seharusnya tidak berada disini-lah yang membuatku deg-degan.

Dia adalah teman facebooku. Aku belum pernah bertemu dengannya karena selama ini hanya ngobrol lewat Facebook messenger saja. Jangankan ketemuan, dengan suaranya via telepon saja belum pernah. Aku sendiri memang membatasi jalur komunikasi. Aku selalu menolak ketika ada teman Facebook yang meminta nomor HP, ID LINE atau pin BBM. Apalagi jika yang meminta adalah cowok seperti dia, sesama anggota group penulis dan pembaca cerita dewasa.

Aku lupa bagaimana awal perkenalan kami, yang kuingat hanya akhir-akhir ini kami memang cukup intens mengobrol. Kami chatiing hampir setiap malam dan membahas segala hal, termasuk soal seks. Berawal dari saling cerita soal cerpen dewasa yang kami suka, obrolan pun berlanjut membahas soal imajinasi seks kami berdua.

Aku bukan perempuan bodoh yang tidak bisa menangkap sinyal ketertarikan seorang cowok. Saat kupancing sedikit, secara terang-terangan dia bilang dia mengagumiku. Dia bilang aku cantik dan punya kepribadian yang menggemaskan. Bahkan dia mengaku telah beberapa kali menjadikanku fantasi seksualnya.

Jujur aku tersanjung mendengar pengakuannya. Cewek mana sih yang gak senang dipuji dan dipuja?Tapi bukan berarti aku bisa menerima begitu saja kehadiran cowok selama ini coli sambil melihat fotoku dong?

Sekali lagi kupandang fotoku di dalam buble chat Facebook Messenger. Aku belum membalas chat darinya, bingung mau ngetik apa. Lima menitpun terlewati ketika akhirnya dia mengirim chat lagi.

Met kerja Sayang.. Pulang kerja kita ketemuan di cafe seberang rumah sakit ya.

Sialan. Sudah seenaknya bikin panik orang, kini dia berani-beraninya memanggilku sayang dan meyuruhku menemuinya. Aku membalas chatnya dengan pertanyaan.

Kamu ngapain kesini?

Dia menjawab:

Mau ketemu bidadari yang hadir dimimpiku setiap malam.

Aku hanya diam dan tidak membalas chat darinya. Dia pun tidak mengirimkan pesan apa-apa lagi hingga shift kerjaku berakhir jam 6 sore...

"Belum pulang bu dokter?" seniorku menegur aku yang sedang melamun memandang ke luar jendela, ke araf cafe tempat dia berada.

"Eh, iya sebentar lagi Dok," jawabku sambil memasukkan perlengkapan makeup ke dalam tas.

"Tumben kamu dandan cantik banget sore ini? Mau kemana?" tanya seniorku sekali lagi. Aku menangkap nada kecemburuan dari nada bicaranya.

Dokter Albert menyukaiku. Bukan cuma aku yang tahu, seluruh staf rumah sakit ini pun sepertinya tahu karena dia begitu gigih mendapatkan hatiku. Tapi hatiku tidak punya perasaan yang sama. Aku tidak pernah menyukainya meski tidak juga membenci atau menjauhinya. Kami sebatas pernah 'dekat' selama dua bulan, kemudian berakhir begitu saja. Kalau tidak cocok ya untuk apa dipaksakan?

"Mau ketemu teman di cafe depan, Dok' jawabku sambil tersenyum.

"Teman apa temaan..?" dia bertanya lagi dengan nada bercanda. Sebuah candaan yang dipaksakan dokter Albert membuat suasana menjadi canggung. "Becanda kok. Have fun ya!"

"Oke. Sampai jumpa besok Dok!" aku berpamitan dengannya.

Sesaat setelah keluar dari ruang dokter, aku langsung menyesal. Kenapa tadi aku bilang mau ketemu teman di cafe depan ya? Kini mau gak mau aku harus ke sana karena mata dokter Albert terus membuntuti langkahku untuk memastikan diriku benar-benar pergi ke cafe dan tidak membohonginya.

Dari seberang jalan. Cafe di depanku mendadak terlihat mengintimidasi. Membuatku merasa kecil dan tak berdaya dipermainkan nasib. Hal ini membuat dadaku berdebar dan langkahku pun jadi tergesa-gesas saat menyeberang.

"TTIINNNN!!!"

Sebuah klakson motor matic yang tiba-tiba muncul dari balik mobil langsung membuyarkan lamunanku. Aku memandang di sekelilingku, semua orang menatapku yang hampir tertabrak. Semua orang. Termasuk beberapa staf rumah sakit dan dokter Albert. Jika mereka yang di seberang jalan saja sampai melihat, apa kabar dengan pengunjung cafe ini? Jangan-jangan dia melihatku juga? Duh, kini aku tidak bisa kabur.

Aku mendorong pintu cafe dan melangkah masuk. Denting 3 lonceng kecil berbunyi saat pintu terbuka seolah meresmikan penyerahan diriku. Begitu melihatnya, aku segera menghampiri dia yang menginginkan tubuhku.

"Hai.." dia menjulurkan tangannya mengajak berjabat tangan.

"Hai.." aku menyambut tangannya untuk menunjukkan sopan santun.

Kami tidak saling menyebutkan nama layaknya orang yang baru kenalan. Bahkan 30 detik setelah aku duduk pun kami masih terdiam masing-masing. Kulihat, dia persis seperti foto di profile picture Facebooknya. Tidak tampan tapi (untungnya) tidak jelek. Badannya juga jelas tidak ideal, meski postur duduknya tegak.

"Aku seneng banget bisa ketemu kamu secara langsung" Dia akhirnya memecahkan kebisuan.

"Aku malu haha.."kataku jujur sambil menunduk dan menggelengkan kepala.

"Malu kenapa?" dia keheranan. "Waktu chat kamu gak pernah malu-malu? Kamu ceria, polos, jujur, gak munafik."

"Yaa..justru itu.. Aku terlalu terbuka sama kamu" jawabku. "Mungkin aku berani kayak gitu karena nganggep kamu sebagai teman di internet doang.. Sekarang kamu ada di sini, aku bingung harus gimana."

Mendengar ucapanku dia tersenyum geli," Pantesan kamu gak pernah mau ngasih nomor HP."

"Ya menurut lho aja! Di chat aja omongannya udah vulgar apa lagi kalo dikasih nomor HP!" sahutku dengan ketus.
Mendadak dia tertawa lepas. Tawanya terdengar renyah dan puas.

"Kenapa ketawa?" tanyaku ketus.

"Jangan kaku gitu ah," dia memberi saran,"Lemesin aja.."

"..biar gampang masuknya?" sambungku. Kami tertawa. Iutsalah satu becandaan jorok yang sering kami lempar ketika sedang chatiing.

Ketika tawa kami reda, dia melempar senyum. Lama sekali matanya memandang mataku. Aku bahkan sampai bisa melihat pantulan wajahku dibagian hitam bola matanya.

"Kamu persis banget seperti bayanganku selama ini," katanya sambil meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiriku yang menelungkup di meja.

Mendengar kalimat itu, aku jadi teringat soal cerita yang dia sering membayangkanku sebagai partner seksnya. Haruskah kutarik tanganku dari atas meja?

Melihat aku diam saja dan tidak berusaha menarik tanganku, dia lanjut bertanya "Kamu gak takut sama aku kan?"

Sesaat, aku menarik napas untuk mengumpulkan keberanianku agar bisa menjawab pertanyaannya.

"Takut lah..." aku memelankan suaraku. Meski kami duduk di pojok, tapi di cafe ini ada beberapa pengunjung yang bisa saja mencuri dengan, " Kamu sering cerita soal hobimu hardcore saat ML, kamu beberapa kali ngebayangin aku di gangbang gila tau ga?!"

"Aku cuma berusaha jujur sama kamu," dia menjelaskan sambil tersenyum," Toh meski aku suka main kasar, bukan berarti aku datang ke sini buat melecehkan kamu dong?"

"Lalu buat apa kamu datang ke sini?" tanyaku to the point.

"Kamu sendirinya mau ngapain?" dia balas bertanya. Tentu yang muncul di pikiranku adalah soal selera seksualnya itu. Dia tersenyum melihatku diam tak menjawab.

"Kamu jarang ML ya ?" tanya dia tiba-tiba. Aku memang belum pernah cerita tentang kehidupan seksualku, hanya dia yang bercerita. "Kalau aku boleh nebak, yang kamu tahu soal seks hanya sebatas yang kamu baca dari cerpen-cerpen dewasa kan?"

Aku terdiam memerhatikan tebakannya.

"Dia berarti iya," katanya melanjutkan," Tapi kamu tertarik soal seks. Makanya kamu sering membaca cerita dewasa, punya akun di forum dewasa, join dengan grup cerita dewasa...."..Bahkan kamu menemuiku karena berharap akan terjadi sesuatu antara aku dan kamu kan?"

Pikiranku jelas langsung menolak tuduhannya. Tapi entah kenapa, bibirku tetap tertutup rapat seolah menolak untuk berbicara.

"Itu cuma tebakanku," dia melanjutkan. " Tapi jujur aku kaget kamu mau menemuiku di cafe ini... "Aku berpikir setelah tiba-tiba aku datengin kamu dan memotret kamu. Efeknya kamu akan takut, kemudian menjauhi aku dengan keluar diam-diam lewat pintu belakang rumah sakit dan mem-block akun Facebook-ku."

"Aku juga ga ngerti kenapa aku datang ke sini nemuin kamu," jawabku. Akhirnya mulut ini bisa digerakkan,"Padahal aku takut banget pas kamu ngirim fotoku tadi siang."

"Aku tahu jawabannya kenapa kamu datang ke cafe ini," ujarnya. "karena kamu percaya aku..."Seperti yang aku bilang, aku selalu jujur sama kamu," dia berusaha menenangkan aku. "Aku datang jauh-jauh mengunjungi rumah sakit tempat kamu jadi dokter PTT di lokasi terpencil, cuma buat ketemu kamu secara langsung. Mau dengar suara kamu, mau lihat pipi chubby kamu."

"Yakin cuma mau itu doang? Gak mau lihat yang lain?" tanyaku menggoda.

"Dia tertawa. "Kalau dikasih ya aku ngga nolak hahaha.."
Belum sempat aku mengejek dia, cowok di depanku berkata lagi, " aku cuma mau ketemu sama kamu. Titik. Terima kasih banget kamu sudi menemui aku, sekarang aku ngikut maunya kamu aja. "Kamu mau aku pergi, aku akan pergi. Cuma yaa.. tentu aku akan sangat bahagia sekali kalau kamu mau nemenin aku malam ini."

"Nemenin apa nenenin?" aku meledek.

"Hahaha..."dia tertawa. Lagi-lagi candaan yang sering kami gunakan saat chatting tengah malam." Intinya aku cuma berusaha. Aku datang jauh-jauh ke lokasi terpencil ini, tapi toh pada akhirnya kamulah yang memutuskan untuk menemuiku di cafe ini bukan?
"Begitupun nanti, maaf kalau aku mancing kamu karena aku selamanya akan jadi cowok yang naksir kamu," katanya. "Tapi kamulah yang nanti menentukan hasil akhirnya akan jadi seperti apa."

Semua keputusan ada di tanganku. Dan tanganku masih di atas meja, ada dalam genggaman tangannya. Dipegang eraat seperti tak ingin melepaskan.

Seorang pelayan menghampiri meja kami dan bertanya ," maaf pak boleh cangkir kosongnya saya angkat?"

"Silahkan" jawab pria dihadapanku. "Pesan air mineral gak dingin ya, Mas!"

"Air mineral gak dingin satu. Bu dokter mau pesan sesuatu mungkin?"pelayan itu bertanya padaku. Aku cukup sering ke sini makanya dia mengenaliku.

"Lemon tea satu," jawabku tak menoleh. Menatap lurus wajah cowok yang menggenggam tanganku.

"Oke saya ulang pesanannya: ice lemon tea, air mineral gak dingin satu," pelayan mengonfirmasi pesanan kami. "Pesanan kami antar maksimal 10 menit ya."

"Kamu pesan minuman?" tanya dia ketika pelayan sudah pergi.

"kenapa? aku balas bertanya.

"Gak apa-apa, dia tersenyum." Senang aja karena itu artinya kamu mau nemenin aku."

"Aku lemah sama cowok yang usahanya gigih," kataku tersipu.

"Seperti dokter Albert?" goda dia.

"Kayaknya aku terlalu banyak cerita sama kamu ya?"

4Jam dan 2gelas ice lemon tea berlalu tanpa kami sadari. Kupikir begitu kuberi lampu hijau dia akan langsung bergerak melontarkan bujukannya untuk meniduriku. Tapi ternyata kami hanya mengobrol saja, bahkan obrolannya pun tidak ada yang menjurus tentang seks sama sekali. Beberapa kali dia memuatku tertawa. ternyata orangnya humoris juga.


Ketika aku melihat jam di pergelangan tanganku. dia bertanya: "Sudah mau pulang?"

"Iya sudah jam sepuluh lewat. Cafenya juga sebentar lagi tutup, jawabku."

"Mau ku antar?"

"Ga usah, Kontrakanku cuma 10 menit jalan kaki kok dari sini. Justru harusnya aku yang nganterin kamu."

"Anterin aku?"

"Katanya belum cari hotel? Yuk aku bantu cariin."

"Kamu baik banget ya orangnya. Cantik, lucu, baik, pinter., Bener-bener cewek ideal banget"

Huft. Aku rasa pipiku merona merah karena ucapannya,

"Hanya tinggal satu kamar dan bapak harus checkout maksimal jam 11 siang karena besok sudah di booking untuk jam 12. Berminat, pak?" kata seorang resepsionis hotel kepada kami. Berhubung sekarang sudah lewat tengah malam dan tampaknya ini satu-satunya kamar yang tersisa, dia pun mengiyakan. Dia membayar kamar tersebut.

"Kok hotel pada penuh ya?" tanya dia saat menekan pin kartu debitnya di mesin EDC.

"Lagi ada munas partai pak, jadi banyak tamu yang datang."

"Ohh.. Pantesan banyak bendera partai di pinggir jalan."

"Ini kuncinya," kata si resepsionis." Mari bapak-ibu, saya antar menuju kamarnya."

Entah kenapa aku malah menurut mengikut resepsionis itu ke lantai paling atas. Padahal bisa saja aku berpamitan dengan dia di lobi hotel dan pulang ke kontrakan.

Setelah menunjukkan beberapa perlengkapan kamar dan diberi tips, resepsionis itu pergi meninggalkan kami di kamar hotel yang tertutup. Aku terdiam di ujung tempat tidur memandang dirinya yang memasang rantai pintu kamar.

Situasi ini tampak berbahaya. Kalau aku diam saja, dia pasti akan berusaha memancingku untuk tidur dengannya. Aku segera berdiri untuk pamitan, namun tiba-tiba tangan kanannya meraih dagiku dan mendaratkan ciuman ke bibirku.

"Mmmmhh.."tenagaku langsung hilang. Tasku lepas dari genggamanku dan lututku melemah. Dia pasti masih ingat ceritaku soal tubuhku yang mudah terangsang. Jangankan dihembus di telinga atau digigit di belakang leher, di cium saja aku langsung meleleh.

Melihatku merosot, tangan satunya meraih pinggangku untuk menjaga agar badanku tidak jatuh sementara tangan kanan yang tadi meraih daguku kini turun meremas dadaku. Semua dia lakukan sambil terus memberikan deepkiss.

Harus diakui aku menikmati ciumannya. Terasa mendominasi namun tidak brutal, membuatku menerima kehadiran lidahnya dengan mulut terbuka.

Tangannya masuk ke balik baju! Entah sejak kapan kancing kemejaku dia lepas, yang jelas kini tangannya sudah sibuk bergerilya mereas bra yang menutupi payudaraku. Secara lihai dia melepas pengait bra di punggungku hanya dengan satu tangan. Puting kiriku pun langsung jadi mainan tangan kanannya.

Aku tak berdaya menahan gempurannya yang terlalu mendadak. Aku hanya bisa pasrah saat dia pada akhirnya merebahkan tubuhku di atas kasur dan melucuti seluruh pakaianku hanya dalam satu menit. Oh, kenapa aku jadi selemah ini ?

Baru ketika tubuhku telanjang sempurna dan dia melepaskan ikat pinggangnya, aku bisa bergerak. Mungkin karean di dalam hati aku takut dia akan menggunakan ikat pinggang itu untuk mencambuk pantatku dan main kasar. Aku bangkit menggenggam tangannya yang memegang sabuk, lalu berlutut di hadapan selangkangannya. Tangan kirinya melepaskan sabuk hingga jatuh ke karpet hotelm lalu meremas rambut dan kepalaku.

"Aku isep aja ya?" tanyaku." Kita jangan ML, aku takut."

"Terserah kamu sayang." jawabnya tak tahan.

Aku takut untuk berhubungan seks dengannya. Takut dia punya penyakit kelamin, takut hamil, takut dia main kasar. Banyak hal yang membuatku takut. Makanya kupikir jika aku bisa memuaskannya (meski hanya lewat oral seks) dia akan puas dan aku bisa pergi.

Kini celana jeans dan boxer miliknya sudah turun. Penisnya mengacung tegak menanti di service oleh mulutku. Aku jilat bagian pangkalnya, perlahan menuju kepala penisnya. Tidak ada aroma menyengat atau rasa yang aneh di lidahku. Tampaknya dia termasuk orang yang rutin menjaga kebersihan kelaminnya.

Sampai ujung penis, kusapi seluruh palkon-nya dengan lidah lalu kumasukkan kejantanannya ke dalam mulutku hingga mentok ke tenggorokan. Kuhisap pangkalnya sambil kutarik keluar mulutku hingga ke ujung, kemudian kuemut sebentar kepalanya lalu kumasukkan lagi ke mulutku hingga mentok. Kuhisap, kutarik, kuemut, kumasukkan hingga mentok. Kuhisap, kutarik, kuemut, kumasukkan hingga mentok. Begitu terus sampai dia mendesah keenakan.

"SSSShhh.. bangsat kamu muka innocent tapi jago banget nyepongghhh..."dia bergumam gak jelas,

Ocehannya makin tidak jelas saat kugunakan tanganku untuk membantu mengocok penisnya. Kedua tangannya memegang erat kepalaku. memaju mundurkan mulutku dengan kecepatan yang semakin meningkat. Bisa dibilang, kini bibirku sedang di perkosa olehnya. Ayunan tangan yang memegang kepalaku semakin cepat, cepat dan cepatm hingga akhirnya PLOP!

"Aaahhh...."erangnya sambil melepaskan penisnya dari mulutku. "Enak banget sayang!"

Aku menunggu dengan was-was, bersiap menerima guyuran sperma di wajahku.

Tapi tidak ada. Tampaknya dia belum mau keluar.

Dia malah menuntunku untuk berdiri, mencium bibirku singkat, lalu memutar tubuhku menghadap kasur, membelakanginya. Dengan sedikit dorongan di punggung aku pun terjatuh menungging di tepi ranjang.

"Jangan dimasukkan Please! pintaku sambil menoleh ke arahnya. Masih tidak mengubah posisiku yang menungging.

"Tenang aja sayang.."jawabnya sambil gantian berlutut dan mengoral vaginaku dari belakang.

"Aaaahhh.."tubuhku bergetar hebat merasakan sapuan lidahnya dibawah sana.

Lidahnya bergerak menjelajahi seluruh area vaginaku bahkan membelah celah kewanitaanku. Tak tahan dengan rangsangan yang kuterima, tanganku langsung menekuk hingga tubuhku tinggal bertumpu pada kedua siku. Pinggulku pun kini menungging dengan semakin menantang.

Dia mulai menggunakan jarinya untuk mengorek ke dalam vaginaku. Tidak terlalu dalam namun aku sukses dibawa permainan jarinya sampai menuju puncak kenikmatan. Saking nikmatnya, bulu kudukku sampai merinding, tulang punggungku menekuk, dan cairan orgasmeku menyembur berkali-kali. Aku malu sekali!

Tapi tampaknya dia tidak peduli, Lidahnya langsung menyapu menikmati seluruh cairan cintaku meleber keluar hingga bersih.

Setelah 'dicuci; vaginaku kembali dimasukkan satu jari tangannya. Perlahan dia memaju-mundurkan jari untuk memancingku. Tentu aku hanya bisa mendesah diperlakukan seperti itu.

Dia cabut keluar jarinya, bangkit berdiri, lalu mengarahkan penisnya ke vaginaku. Ujungnya kini sudah berada di tepat di bibir vaginaku yang becek. Jarinya membuka belahan kewanitaanku agar mengapit kepala penisnya.

Seperti terhipnotis, aku memundurkan pinggulku, membuat penisnya masuk ke dalam vaginaku. Awalnya hanya ujung kepalanya, tapi aku menginginkan lebih. Aku terus mendorong kebelakang, batangnya pun menggesek dinding vaginaku. Rasanya nikmat sekali. Terus kudorong ke belakang, terus, terus, hingga ujung penisnya tertahan sesuatu.

"Kamu...masih perawan?" tersimpan keterjutan yang luar biasa dalam pertanyaannya.

Itulah kenapa selama ini aku takut. Meski ini bukan pertama kalinya aku telanjang di hadapan pria, namum selama ini aku hanya pernah petting saja. Mantan-mantanku selalu puas ketika aku oral sampai keluar. Mereka menghargai keinginanku untuk menjaga kesucianku yang ingin kupersembahkan kepada laki-laki yang berhak, yakni suamiku kelak.

Penis itu masih setengah menancap di vaginaku saat dia memutuskan untuk menariknya. Tidak sampai keluar sepenuhnya, lalu perlahan dia masukkan lagu hingga menyundul selaput daraku. Cabut lagi. dorong lagi.

Rasanya nikmat sekali, padahal mungkin hanya seperempat penisnya yang masuk ke vaginaku. Ini gila. Baru mencicipi kepala penisnya saja aku sudah hampir orgasme lagi, Benar saja, tidak lama dipompa tubuhku mulai bergetar dan vaginaku banjir lagi.

"Mmmhhhh...."erangku.

"Enak sayang?" dia bertanya tanpa mencabut penisnya.

"Hmm..mmhh"aku berusaha menjawab meski dengan terbata-bata." Aku ga pernah orgasme seenak ini."

"Sini kukasih yang lebih enak lagi! dia berkata seperti itu sambil mendorong penisnya masuk secara mendadak, merobek selaput daraku.

"AAAAAAAgggghhh!!! "aku menjerit karena sakit di vaginaku.

Mendengar jeritanku. bukannya kasihan dia malah memompa penisnya dengan brutal.

"Terus sayang jerit terus yang kencang! Aaahh..aaahhh...aahh"

Dia seperti kesetanan. Kukunya menancap kuat di kedua bongkah pantatku. Bahkan sesekali dia menampak pantatku agar jepitan vaginaku semakin kencang.

PLAKK!! "Ouwhh.. terus sayang..!"
PLAKK!!" jepitan perawan emang mantap banget banget!!"
PLAKK!!"jepit yang keras sayang. Peres kontol aku!"

Selama 15 menit aku diperlakukan seperti boneka seksnya. Dipompa dan diperlakukan sesuka hatinya. Tentu batinku tersiksa: sudah keperawananku direnggut tiba-tiba, kini tubuhku disakiti seperti tak ada artinya.

Tapi anehnya, hatiku mungkin menangis tapi tubuhku berpendapat sebaliknya. Setiap tamparan yang pantatku terima malah membuat otot vaginaku menegang. Hal ini membuat sodokan penisnya semakin terasa nikmat. Aku tak percaya vaginaku malah orgasme setelah diperawani dan digenjot dengan kasar. Ketika multku menerang tertahan kasur, vaginaku mencengkram penisnya lebih kuat dari sebelumnya dan membuat dia ikut mengerang keenakan.

"NNggggghhhaaahhhhh! Mantap! Hahahahahaha!!!" Dia tertawa. Tampak puas sekali melihat kondisiku yang sekarang. Seorang dokter muda yang setengah jam lalu masih perawan dan innocent, kini bertekuk lutut dengan vagina yang berkedut-kedut menikmati sisa-sisa orgasme yang terasa.

Kemudian dia mencabut penisnya dan naik ke atas kasur. Tubuhku ambruk kelelahan, namun dia malah mengajakku bangun.

"Gantian, sekarang kamu yang goyang ya!"" pintanya.

Entah apa yang terjadi. Meski lemas, tapi tubuhku menurut begitu saja ketika disuruh menindih tubuhnya yang terlentang dibawahku. Kini kemaluanku berada persis di atas selangkangannya, namun penisnya belum masuk. Tangannya memegang pinggangku lalu mengajak pantatku bergoyang, membuat belahan vaginaku menggesek batang penisnya yang tertindih dibawah. Meski awalnya dipaksa, lama kelamaan pinggulku bergoyang dengan sendirinya menikmati batang kejantanannya yang masih keras.

Seolah ingin mendapat kenikmatan yang maksimal, tubuhku kini condong ke belakang. Kedua tanganku bertumpul di pahanya, dadaku pun membusung bergoyang seirama pinggulku.

Dia tampak gemes dengan kedua bongkah payudaraku. "Kamu cantik sekali sayang.." katanya sambil meremas payudaraku.

"Aaahhnngg.."Aku tak tahan lagi. Kuangkat pinggulku dan kuarahkan penisnya masuk ke vaginaku.

Blesshh...

Ada setruman kecil yang kurasakan saat penisnya menancap sekali lagi. Sensasi yang memicuku untuk orgasme, meski tak sedahsyat sebelumnya.
Selesai orgasme, kuangkat pinggulku sedikit, lalu kuturunkan lagi. Kupompa penis itu agar terus-menerus menyundul rahimku. Nikmat sekali rasanya. Berbeda dengan posisi doggy style tadi. Posisi ini membuatku sangat menikmati sodokan penisnya. Mungkin karena kali ini aku yang memegang kendali dan goyangannya tidak brutal.

Posisi woman on top benar-benar membuatku keenakan. Tubuhku naik-turun semakin kencang hingga akhirnya..
"Hmmmmmhhh.." Kedua tanganku menutup mulut uang menjerit saat tubuhku seperti kejang-kejang beberapa kali lalu aku ambruk di dadanya. Aku orgasme entah yang ke berapa kalinya.

Tak memberi jeda untuk aku beristirahat, dia memelukku lalu bangun tanpa melepaskan penisnya. Dia ganti posisi, saat ini aku gantian berada di bawah dekapannya. Bibirku dilumat bibirnya dan lidahnya kembali menyapu bagian dalam mulutku. Setelah nafsuku kembali bangkit, dia mulai memompa penisnya dengan kencang.

Pelukannya dilepas dari tubuhku. Dia duduk tegak kemudian menyilangkan kedau tanganku sehingga membuat payudaraku terjepit di tengah-tengah dan jadi membusung. Saat pinggulnya kembali bergoyang, susuku pun terombang-ambing tak karuan dibuatnya.

Aku tak tahan dengan sensasi ini. Kepalaku menoleh kesamping dan berusaha menggigit bantal untuk menahan suaraku agar tidak keluar. Tapi usahaku sia-sia saja, kenikmatan yang kurasakan tetap membuat mulutku mengeluarkan erangan seperti jeritan-jeritan kecil. Suara yang membuat dia semakin beringas memompaku.

"Kamu lagi subur gak?" tiba-tiba dia bertanya di tengah pompaannya.

Tentu aku tahu apa maksudnya. Dia sebentar lagi keluar. Aku tak pernah menghitung diriku sedang berada dalam masa subur atau tidak. Biar aman, aku harus mencegah dia menyemburkan spermanya di dalam rahimku.

"Jaan..nggaann..dii. dalem" aku menjawab sambil mengerang.."Sini..keluar..in dimm..mulutku ajj....jaa.."

Dia mendongakkan kepalanya menatap langit-langit hotel sambil terus memompaku."Aku inget semua hal tentang kamu lho!
"Aku inget nama rumah sakit tempat kamu jadi dokter muda..
"Makanya aku bisa nyamperin ke tempat kamu kerja..
"Aku juga inget waktu kamu ngeluh badmood pas lagi dapet...
"Makanya aku tahu banget harusnya kamu lagi subur sekarang..."

Perkataannya jelas membuatku panik, otot vaginaku jadi menegang.

"Aaahhh..iya sayang.. terus jepit kontolku yang kuat..
"Kamu nyuruh aku..ngecot di mulut karena takut aku hamilin kan?"

Mendengar kalimat itu, tidak hanya vaginaku, tapi seluruh tubuhku jadi tegang. Hanya otot leherku yang masih bisa digerakkan, sehingga aku menggeleng untuk menolak pikiran jahatnya untuk menghamiliku.

"Gimana rasanya? Diperawanin, terus dihamilin?
"Sama orang yang cuma kamu kenal dari Fesbuk! Hahaha.."

"Aku panik namun tubuhku tak dapat melakukan apapun selain menikmati sodokan penisnya.

"Jangan!Please! Jangan di daleeemmmhhhh!"

Dia tersenyum jahat melihatku tak berdaya melawan nikmat.

"Boleh. Tapi syaratnya ada dua ahahaha..."dia berkata sambil terus memompaku.

"Aku nurut! Please jangan di dalem aku turutin apa mau kamuhhh.. aaahhh!" aku memelas. Kepalaku sudah tidak bisa berpikir dengan jernih. Yang aku tahu hanya satu, jangan sampai dia menyemburkan sperma di dalem rahimku.

"Okee..hh..hhh.. yang pertama..hh..hhh kamu harus mau jadi pacarku..."

Air mataku menetes. Sudah beberapa kali aku 'ditembak' cowok, namun baru kali ini aku dipaksa menerimanya. Di situasi yang sungguh sangat amat tidak romantis pula!

Dia tersenyum saat melihatku menganggkut. Meski terpaksa, namun aku jelas tak punya pilihan selain menerimanya jadi pacarku.

"Kamu mau jadi pacarku?"

"Iyaa..haah..hahhh."

"Kamu mau ML sampai pagi sama pacarmu ini?"

Dia merasa di atas angin sekarang. Dia memaksaku melayani nafsu setannya hingga puas. Oh,tidak.. Malam ini akan menjadi malam yang panjang buatku.

"Mau gak?" dia bertanya sekali lagi.

"Iyaa..hhhh.."jawabku..."Kaammuuuu...bebas...entot...aku sampaaiihhh pagggiii.."

Mendengar jawabanku dia mendekatkan wajahnya dihadapanku..."Terima kasih sayang..."ucapnya sambil mengecup bibirku. Seharusnya ini jadi ciuman yang romantis, jika vaginaku tidak terus disodok dengan brutal oleh penisnya.

"Sekarang syarat yang kedua.."katanya.

"Apaa?" tanyaku sambil terengah-engah. Rasanya aku hampir pingsan..

"Jawab pertanyaanku ya sayang.."

Dia mendekatkan kepalanya ke telinga kiriku. "Kamu mau anak cowok apa anak cewek? HNGGGHHH!!"

Saat bertanya, penisnya berhenti memompa dan ditanamkan dalam-dalam hingga mentok. Bibirnya menutup mulutku yang mengerang ketika jutaan sel spermanya menyemprot berkali-kali di dalam vaginaku.

Hatiku hancur, namun vaginaku malah orgasme akibat rasa hangat yang membanjiri rahimku. Lagi-lagi tubuhku mengkhianatiku.

Satu menit berlalu sebelum akhirnya dia mencabut penisnya dari vaginaku yang penuh sperman. Saat dia menarik penis gemuknya dengan perlahan, entah mengapa tak ada lagi kenikmatan yang kurasakan. Hanya perih yang muncul, baik perih di hati maupun perih di vaginaku ini.

"Oouuucchhsss..." aku mendesis nyeri.

Begitu ujung penisnya tercabut, sebagian lendir putih di vaginaku meluber keluar. Mengalir menuju belahan pantatku. Udara di kamar ini mulai terasa dingin dan menekan dadaku yang masih tersengal ngos-ngosan.

Kuangkat tubuh yang remuk ini agar bisa bangkit. Susahnya setengah mati karena semua ototku tampaknya lelah. Kulihat dia di ujung kasur sedang mengelap keringat di wajahnya dengan kemeja putih. Terakhir kali kulihat kemeja itu adalah sejam yang lalu, saat aku masih perawan.

Mendadak sepercik listrik seperti mengalir menyetrum vaginaku. Sisa-sisa orgasme kembali menyerangku. Kali ini aku bisa menahannya, kupaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi meski dengan terhuyung-huyung.

Di bawah pancuran aku langsung membuka keran dan membiarkan air dingin menghujani kepalaku. Kucabut gagang shower dan kuarahkan ke selangkangan. Aku langsung mencuci daerah kewanitaanku, menguras benih kental yang kini tak terasa hangat lagi.

Mendadak terdengar suara keran wastafel dibuka. Aku langsung menoleh dan melihat sosoknya sedang membasuh wajahnya dengan air. Dia menatapku dari pantulan cermin lalu menengok ke belakang, ke arahku yang masih telanjang di bawah pancuran.

Saat dia mendekat, aku langsung teringat ucapannya yang ingin menyetubuhiku hingga pagi. Tanpa bicara, tangannya merebut gagang shower dari genggamanku dan mengembalikannya ke tempatnya semula. Setelahnya, dia mendekapku. Aku langsung mengangis di dadanya. Derasnya pancuran shower memang berhasul menyembunyikan air mataku. Tapi suara tangisanku mengalahkan berisiknya percikan di shower yang menghantam lantai kamar mandi.

Aku pasrah.
Jika dia mau menikmati tubuhku di bawah shower ini, aku pasrah.
Jika dia mau membanjiri rahimku dengan benihnya lagi, aku pasrah.
jika dia mau langsung pergi besok pagi, aku pasrah.
Aku pasrah, karena aku sudah sangat lelah hingga tak berdaya. Aku berharap bisa segera pingsan agar tak perlu lagi merekam kejadian mengerikan ini ke dalam ingatan.

Di tengah tangisku, tiba-tiba tangannya yang dari tadi berada di punggungku kini bergerak turun.

"Sayang..."dia memanggil sambil meremas bongkahan pantatku.

Aku bergirik ngeri.

Ronde kedua?





4 komentar:

  1. Truuus ronde ke duax gimana. .masih lanjut y

    BalasHapus
  2. Tanggung lah nek gk di truuus in..

    BalasHapus
  3. Bu dokter,,ini nmer hp kk:082301785550/Saya pingin ML pakai hp ya bu dokter yg cuantik bget

    BalasHapus
  4. Kk ODEIX tunggu, von call video,, di imo kk ya bu doter..

    BalasHapus